Perda Pendidikan: Wujud Kepedulian Pemerintah Daerah?

>> Rabu, 28 Oktober 2009

Salah satu kewajiban pemerintah, baik itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten adalah mengusahakan dan menyelenggarakan system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang, dan yang berhak mendapatkan pengajaran tersebut adalah tiapt-tiap warga Negara, sebagimana dengan yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2).

Sesuai dengan sususnan dan kedudukan (susduk) yang berlaku di Indonesia, pemerintah daerah selaku penyelenggara pemerintahan di daerah, bersama dengan DPRD setempat bias menyusun peratuaran daerah (perda) untuk melaksanakan pendidikan di daerah. Sekarang ini kebutuhan akan adanya perda pendidikan sudah sngat mendesak untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi efektif dan optimal, dan terjangkau bagi semua kalangan masyarakat, serta transparan dan dapat dan layak dipertanggungjawabkan dalam distribusi dana dalam penggunaannya. Pemerintah daerah tidak boleh bermain-main dengan pendidikan di daerah karena pendidikan adalah investasi jangka panjang yang turut menentukan masa depan bangsa Indonesia.
Dengan semakin meningkatnya jumlah anggaran pendidikan pendidikan, baik dari APBN maupun APBD sekarang ini, kebutuhan akan perda pendidikan yang mendukung keberadaan system pendidikan yang berkualitas dan terjangkau semua kalangan sudah tidak bias dipungkiri lagi. Besarnya dana alokasi untuk pendidikan benar-benar harus diawasi penggunaannya agar tidak terjadi upaya-upaya “mengakali” peraturan yang ada dengan membuat mark up anggaran untuk mendapatkan keuntungan materi atau sekedar menghabiskan sisa anggaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Dengan besarnya jumlah anggaran pendidikan, maka tingkat kerawanan terhadap korupsi structural pun semakin besar pula, sehingga kalau penggunaan anggaran pendidikan tidak diawasi dengan cermat, akan muncul “ladang” korupsi baru yang subur dan tidak terkendali. Besarnya anggaran pendidikan yang ada akan menjadi sia-sia apabila tidak sampai kepada sasaran yang tepat dan benar-benar membutuhkan. Terlebih lagi jika anggaran tersebut justru habis untuk membiayai proyek-proyek fiktif yang sering muncul takterduga. Padahal, uang untuk alokasi pendidikan, baik itu dari APBN maupun APBD adalah uang milik rakyat, sehinga sudah seharusnya memang apabila uang tersebut dikembalikan lagi kepada rakyat. Setiap bentuk penyimpangan anggaran pendidikan merupakan pengkhiatan terhadap amanat rakyat. Anggaran pendidikan tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mencari keuntungan pribadi atau golongan. Kasus buku ajar yang melibatkan banyak pejabat di daerah merupakan salah satu contoh betapa besarnya kenaikan anggaran pendidikan justru menjadi ladang subur korupsi oleh pembuat perda pendidikan itu sendiri.
Perda pendidikan harus dapat menjadi alat penjamin bahwa pendidikan di daerah sudah terselenggara dengan baik dan benar. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tepat sasaran, baik pada sector formal, informal maupun non-formal dan tepat guna, yaitu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Pendidikan yang benar adalah penyelenggaraannya sesuai dengan aturan hokum dan undang-undang yang ada (konstitusional). Sebaik apapun penyelenggaraan pendidikan, kalau tidak didukung oleh peraturan daerah atau undang-undang yang mengatur dan menjaminnya, maka tingkat keberlangsungannya rendah karena dapat dianggap inkonstitusional.
Pemerintah Daerah dan DPRD tidak boleh setengah hati dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan dan dalam menyusun perda pendidikan. Apabila Pemerintah Daerah dan DPRD menyusun Perda Pendidikan dengan setengah hati, hanya karena mengikuti “tren” dan agar dianggap peduli dengan dunia pendidikan, tanpa adanya kesadaran dan melakukan kajian yang mendalam mengenai urgensi perda pendidikan sehingga anggaran pendidikan dapat digunakan semaksimal mungkin, supaya perda pendidikan akan menjadi sia-sia belaka. Pekerjaan yang dilandasi niat yang sungguh-sungguh dan sepenuh hati saja terkadang tidak mencapai hasil yang maksimal, apalagi pekerjaan yang diniati dengan setengah hati dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh, tentu lebih sulit lagi mencapai hasil yang memuaskan.
Kualitas isi dan aplikasi Perda Pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana keseriusan dan komitmen pemerintah daerah dan DPRD terhadap dunia pendidikan di dearah mereka pada khususnya dan bagaimana mereka menjaga amanah rakyat yang telah dititipkan di pundak mereka pada umumnya. Akan sulit memperbaiki kualitas pendidikan apabila perda- perdanya berkualitas atau bagus secara meteri, tetapi aplikasinya asal-asalan, dan tentu lebih sulit lagi apabila baik perda maupun aplikasinya asal-asalan semuanya. Secara sepintas, sulit mengatakan bahwa perda pendidikan, termasuk dengan aplikasinya di berbagai daerah, telah mencapai hasil yang memuaskan semua pihak. Meskipun begitu, memang sudah ada satu atau dua daerah yang sudah menunjukkan kemajuan yang signifkan, yaitu salah satu kabupaten di Bali dan di Kalimantan timur, meskipun bukan berarti tanpa kekurangan.
Sikap terbuka pemerintah daerah dan DPRD selaku pemegang otoritas di daerah untuk mendengarkan suara masyarakat atau kritik dari masyarakat pendidikan seperti LSM pendidikan, guru, ahli, yang bersifat membangun sangat dibutuhan untuk mewujudkan perda pendidikan yang ideal, karena mustahil mereka memberi saran atau kritik yang akan menghancurkan pendidikan. Pemerintah daerah dan DPRD harus sellau peka terhadap perubahan di masyarakat karena perubahan kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi yang lazim terjadi adalah, pemerintah dan legislative sudah merasa sangat peduli terhadap duia pendidikan ketika mereka memiliki perda pendidikan, padahal semua kritik dan saran dari masyarakat dunia pendidikan tidak mereka hiraukan.


Read more...

Terima kasih kodok

>> Senin, 26 Oktober 2009

Atik jadi tidak bisa tidur gara-gara suara mereka setiap malam,” tanya Atik kepada ayahnya. Atik merasa terganggu dengan suara kodok yang bersahut-sahutan setiap malam.
“Atik sayang, mereka itu sebenarnya sedang bernyanyi bersama-sama,” jawab Ayah Atik dengan pendek sambil membaca majalah olahraga kesukaannya.
“Tapi kalau mereka bernyanyi, kok suaranya jelek begitu. Masak lagunya cuma kwok...kwok...kwok. Tidak ada lagu yang lainnya. Tidak ada alat musiknya?” tanya Atik.
Sambil meletakkan majalah di atas meja. Ayah menjawab, “Mereka itu bernyanyi dengan bahasa mereka sendiri. Coba bayangkan, kalau ada penyanyi yang menyanyikan lagu dengan bahasa Inggris, Atik paham tidak?” tanya ayah sambil tersenyum kepada Atik.
“Tidak paham, Yah,” jawab Atik sambil menggelengkan kepala perlahan.
“Karena kodok mempunyai bahasa yang berlainan dengan Atik, jadi Atik tidak paham lagunya kodok. Coba Atik paham bahasanya kodok, pasti Atik seneng denger lagunya kodok setiap malam,” kata Ayah sambil meminum wedang jahe yang tadi Atik suguhkan. Setiap sore Atik memang selalu membuatkan wedang jahe untuk ayah. Meski masih kelas tiga SD, tapi Atik sudah rajin membantu ibu di rumah, meski sekadar menyapu, menyiapkan makanan di meja, dan membuatkan minuman untuk ayah dan susu buat adik.
“Ogah ah, Atik tidak mau belajar bahasa kodok, nanti Atik jadi seperti kodok. Pokoknya Atik minta sama Ayah agar buat menyuruh kodok-kodok itu diam, tidak boleh nyanyi kalau Atik mau tidur, berisik sekali mereka,” pinta Atik kepada ayah.
“Tidak boleh begitu Atik. Mereka itu juga ciptaan Tuhan. Mungkin Atik menganggap kodok itu cuma binatang kecil dan jorok karena suka tinggal di selokan belakang rumah. Tapi mereka itu sebenarnya sangat bermanfaat bagi manusia, bagi ayah, ibu, Atik, adik, dan semua tetangga kita,” kata Ayah mencoba menjelaskan kepada Atik.
“Ah Ayah. Pokoknya Atik tidak suka sama kodok, kalau mereka nanti malam berisik lagi, Atik akan pukul mereka,” jawab Atik sambil masuk ke dalam rumah.
***
“Atik hari Minggu besok mau ke rumah Paman Arip tidak?” tanya ayah kepada Atik sepulang sekolah. Biasanya setiap akhir pekan Atik berada di rumah membantu orangtua, kemudian berjalan-jalan ke taman atau bermain bersama teman-temannya. Tapi kali ini ayah mengajak Atik ke rumah Paman Arip di desa. Atik pun senang sekali.
“Mau Yah, mau. Asyik, besok kita bisa mancing ikan di kolamnya Paman Arip,” kata Atik kegirangan. Mereka pun kemudian berangkat ke rumah Paman Arip di desa pada hari Minggu pagi.
Sesampainya di rumah paman, Atik langsung lari mengambil pancing dan menuju ke kolam di belakang rumah. Paman Arip mempunyai beberapa kolam ikan. Atik senang sekali. Ada ikan lele, mujahir, bawal, nila, kakap. Eit-eit, tiba-tiba mata Atik kaget melihat ada makhluk hitam kecil yang jumlahnya lumayan banyak. Bentuknya mirip ikan, tapi kok Atik tidak tahu namanya.
“Paman, ikan peliharaan paman itu namanya apa? Yang hitam-hitam kecil itu lho. Enak tidak dimakan?” tanya Atik penuh keheranan sambil menunjukkan ke arah kerumunan kecebong.
“Itu bukan ikan Atik, itu namanya kecebong. Paman tidak memeliharanya, tapi mereka datang sendiri. Wah, mereka itu tidak enak dimakan,” kata paman.
“Datang sendiri? Kok bisa Paman, bagaimana caranya Paman? Kalau tidak enak dimakan, kenapa Paman membiarkan mereka di sini? Kenapa tidak dibuang saja?” Rasa keheranan Atik pun semakin bertambah karena mendengarkan penjelasan paman.
“Mereka itu nanti kalau besar nanti akan jadi kodok. Coba kamu perhatikan. Itu ada kecebong yang hanya punya ekor, kemudian itu ada yang sudah mempunyai dua kaki di belakang, kemudian ada yang sudah punya empat kaki, tapi masih punya ekor kecil. Kemudian lihat di pinggir kolam itu, mereka sudah menjadi kodok kecil, bagus kan? Terus di sana itu lihat, yang seperti lendir berbintik hitam itu adalah telur kodok, merekalah cikal bakal kecebong. Makanan mereka adalah nyamuk, sehingga mereka sangat membantu manusia. Nyamuk kan sangat berbahaya, dapat menyebabkan banyak penyakit,” kata Paman sambil menujukkan jarinya ke arah kodok-kodok kecil yang asyik berenang.
“Wah, ternyata menarik sekali Paman. Memang benar Paman, nyamuk dapat menyebabkan banyak penyakit, seperti demam berdarah dan malaria. Malah teman di sekolah Atik ada yang masuk rumah sakit gara-gara demam berdarah. Atik kira kodok kecil itu dilahirkan langsung oleh kodok besar, ternyata mereka bisa berubah-ubah sejak telur hingga besar ya. Mereka juga sangat membantu manusia agar tidak digigit nyamuk,” kata Atik sambil tersenyum.
Dia pun lantas ingat kodok yang sering dia anggap berisik di belakang rumahnya. Dia merasa bersalah karena sudah memusuhi kodok yang dia anggap mengganggu, padahal Atiklah yang berhutang budi kepada kodok. Seandainya tidak ada kodok yang bernyanyi di malam hari, pasti Atik akan tidur ditemani oleh nyamuk-nyamuk nakal setiap hari.


Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP