education for today

>> Kamis, 01 Oktober 2009

When we think about education, we often view school in a traditional, formal sense. Many people believe that true learning can only take place in a formal classroom setting. Others feel education occurs in many different forms and environments. There may not be a definitive answer to the question of, ‘What is Education?’ However, we can start thinking about the purpose of education. Is it to educate youth to be responsible citizens? Is it to develop individuals, as well as society, in order to ensure a society’s economic success? Or is the purpose of education to simply focus on developing individual talents and intelligence? Perhaps it is the balance of all three that defines education? While our answers may differ, we can perhaps agree that education is a basic human right. When that right is granted growth and development, the society as a whole is more likely to improve in areas such as health, nutrition, general income and living standards and population fertility rates.

The information in this section will prompt you to think about some very important issues surrounding the topic of education. As global citizens of the world it is our responsibility to critically think about these issues and attempt to come up with solutions to the problems plaguing education. In 1990 UNESCO launched EFA, the movement to provide quality education for all children, youth, and adults by the year 2015. Seventeen years later much progress still needs to be made if we are to achieve the goal for 2015. The unfortunate reality is that for many countries, larger issues precede improving the quality of education. How can we achieve the goals of EFA when numerous countries around the world are faced with challenges that seem far too impossible to overcome?

The answer lies in attempting to bridge some of the gaps that prevent developing nations to compete with developed nations. One example is that of providing greater access to technology and narrowing the ever widening digital divide. In many ways the most basic access to technology can serve as a valuable educational tool. Individuals who are not afforded this access are at a disadvantage when trying to grasp opportunities to make life better for themselves, their families, and their community.

Another issue that poses a barrier to widespread development is that of literacy. There still remains a rather larger percentage of illiterate youth and adults in many nations around the world. Economic difficulty and lack of education get in the way of decreasing illiteracy rates. As you will learn in the following sections, literacy is no longer simply limited to reading and writing.

There are many different capacities in which an individual living in the twenty-first century can be literate. Helping to strengthen skills in other areas, can still help to make progress on sustaining the development of a nation, as well as achieve gender equality. The gender gap in education points to the fact that females are still not afforded the same opportunities as males. In many parts of the world cultures see no value in educating females. Two of the eight Millennium Development Goals, achieving universal primary education and promoting gender equality, seek to close the gaps that exist in the education around the world. If we can make some advancement on achieving these goals, we can further the progress on the remaining six. Education is the foundation for the success of any given society. Numerous studies have shown the correlation between education and lower birth rates, lower infant mortality rates and fewer maternal deaths. Furthermore, a more educated population will also result in higher personal incomes as we all expand access to financial opportunities.

In summary therefore, education does not only encourage personal development but also provides a place for people to interact, socialize, and unify their societies. (

Read more...

HAWA NAFSU DAN ALIRAN SESAT: SUMBER KEJAHATAN

Di negara Indonesia ini hampir setiap tahun muncul berita yang menghebohkan masyarakat, terutama umat Islam. Sudah sejak beberapa tahun belakangan ini sering muncul orang-orang yang mengaku-aku sebagai orang yang mendapat wahyu dan pemimpin agama (nabi dan rasul). Ironisnya dari mereka yang mengaku-aku sebagai orang yang mendapat wahyu, ternyata tidak sedikit orang yang mempercayainya. Mereka mempunyai pengikut dalam jumlah yang tidak sedikit di berbagai daerah. Ironisnya lagi, terdapat kelompok di Indonesia dan mempunyai jaringan yang cukup luas (baik di dalam dan di luar negeri) yang mengaku sebagai ‘pembaharu’ Islam modern yang ‘mendukung’ munculnya kelompok-kelompok yang secara umum dapat dikatakan menyimpang dari ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Padahal sudah jelas yang dibawa oleh orang-orang yang mengaku-aku mendapat wahyu tersebut bertentangan dengan Al quran dan as sunnah.
Setiap kali muncul kelompok yang menyimpang dan dikecam secara luas di Indonesia (seperti munculnya Sholat dua bahasa, Jemaat Ahmadiyah, Lia Aminudin, Al Qiyadah Al Islamiayah, dll) baik oleh para ulama dan umat Islam, justru mucul pula pendapat-pendapat yang bernada membela kelompok sesat tersebut, paling tidak mereka tidak mengecam, bahkan menyalahkan dan mengecam (baca: mengejek) ulama. Yang perlu dicermati dari pernyataan orang-orang liberal atau organisasi mereka adalah berdalih dengan kebebasan beragama, mereka mendukung, atau paling tidak enggan mengingkari kesesatan kelompok-kelompok di atas ( Apabila mereka mendukung dan membela setiap kelompok atau orang yang mengaku mendapat wahyu, lantas sebenarnya berapa jumlah rasul menurut mereka. Apabila setiap ‘rasul’ baru tersebut dibela keberadaanya, lantas siapa yang sebenarnya ‘rasul’. Tentu yang sebenarnya rosul terakhir dan syariatnya wajib diikuti oleh umat Islam di dunia adalah Nabi Muhammad Saw).
Sebagian ulama mengatakan:’Hati-hatilah kamu sekalian dengan dua golongan manusia, yaitu:’orang yang mengikuti hawa nafsu, karena hawa nafsunya akan menimublkan fitnah (bencana) baginya, dan orang yang mencintai dunia, karena dunia akan memperdayainya’. Mereka juga mengatakan:’ Hati-hatilah kamu sekalian dengan orang yang pandai yang jahat dan orang yang suka beribadah tetapi bodoh, karena bencana (fitnah) keduanya adalah bencana bagi kamu semua orang yang terkena bencana’. Hal ini serupa dengan orang-orang yang dimurkai oleh Allah yang mengerjakan kebenaran tetapi juga mengerjakan hal-hal yang sebaliknya (kejahatan), dan juga serupa dengan orang-orang sesat yang melakukan perbuatan tanpa berdasarkan pengetahuan. (I’lamul Muwaqi’in. Panduan Hukum Islam. Ibnul Qayyim Al Jauziah, Hal.127)
Kita bisa membaca dari karya ulama kenamaan diatas, bahwa yang harus kita waspadai adalah orang pandai yang jahat dan orang yang suka beribadah tetapi bodoh.
Orang pandai yang jahat bisa menyebabkan banyak orang awam yang tergelincir. Bagi orang yang suka takjub dengan kepintaran atau panjangnya gelar-gelar, entah itu, professor, doktor, syekh, atau kyai, maka mereka akan mudah tunduk dan mengikuti ucapan orang-orang pandai tersebut. Celakanya, apabila orang yang awam dan tidak tahu apa-apa hanya taqlid dengan orang yang semacam itu dan mengikuti ucapan mereka tanpa reserve, padahal yang diucapkan oleh orang-orang pandai tersebut belum tentu kebenaran, tetapi juga kebatilan yang muncul berdasarkan bisikan syaithon dan nafsu. Karena orang yang pandai itu biasanya bicaranya mengesankan, pandai berkilah, dan pandai mempertahankan argumennya dalam perdebatan meskipun lemah dan batil argumen mereka, maka orang-orang pun akan mengikuti langkah-langkahnya.
Kebodohan ahli ibadah yang tekun dan khusyuk juga bisa menipu banyak orang. Meskipun kelihatannya islami,sholeh, dan khusyuk dalam beribadah, tetapi apabila tidak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah sebagai acuannya, maka akan mencelakakan umat. Syarat sahnya ibadah hanya ada dua, yaitu niat ikhlas karena Allah swt dan ittiba’ (mengikuti cara nabi). Apabila seseorang beribadah hanya ikhlas tetapi tidak sesuai cara Nabi, maka akan menjadi bid’ah.
Umat Islam yang hanya terfokus pada formalisme ritual agama dan penampilan luar (fisik ) seseorang akan mudah “tersandung” ketika mereka melihat ahli ibadah yang bodoh karena mereka hanya akan menilai mereka dari penampilan luar ibadahnya (yang penting kelihatan khusyuk dan rajin mengamalkan bermacam amalan, seperti wirid-wirid terntentu, meskipun tidak mempunyai landasan yang shohih dari Al Qur’an dan As Sunnah).
Dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 105-106, Allah swt berfirman:
” Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (105) yang pada waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram, adapun orang-orang yang hitam muram wajahnya dikatakan” Mengapa kamu kafir setelah beriman? Maka rasakanlah azab itu disebabkan
Kekafiranmu (106)”.
Mufassir Ibnu Katsir menafsirkan ayat Allah “…Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (105) yang pada waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram…”adalah hari kiamat pada saat wajah Ahli Sunnah Wal Jama’ah memutih dan wajah Ahli Bid’ah dan perselisihan menghitam. Demikian menurut penafsiran Ibnu Abbas. Adapun “…kafir setelah beriman…” mereka adalah kaum munafik “…Maka rasakanlah azab itu disebabkan kekafiranmu”. Gambaran ini meliputi pula kepada kaum kafir. (Kemudahan Dari Allah. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid I. Muhammad Nasib Ar Rifa’i. Hal. 563).
Yang harus diperhatikan dari bermacam munculnya bid’ah dan aliran sesat di Indonesia adalah akibat yang bisa muncul karena murka Allah swt, karena Allah swt telah berfirman “Dan Rabbmu lagi Maha Kaya, lagi mempunyai rohmat. Jika dia menghendaki niscaya dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana dia menjadikan kamu dari keturunan orang-orang
Lain” (al am’am:133).
Dalam ayat-Nya yang lain Allah swt juga telah memperingatkan:
” Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (Hai orang kafir Makkah) seorang Rosul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rosul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rosul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (Al Muzammil: 15-16).
Tentu kita, semua umat Islam, tidak mengharapkan murka Allah dan azabnya di dunia. Oleh karena itu kita harus melawan bid’ah dan hawa nafsu yang jahat dan menyesatkan.
Kita harus memanfaatkan kemampuan intelektual yang telah Allah swt berikan kepada kita untuk memahami syariat Islam dengan benar, yaitu dengan menjadikan generasi Salaf, terdahulu, sebagai panutan, karena merekalah sebaik-baik generasi umat Islam.“Sesungguhnya Allah mencintai pandangan yang dapat menahan diri ketika muncul hawa nafsu dan Dia juga mencintai akal yang sempurna ketika menghadapi hawa nafsu”. (I’lamul Muwaqi’in. Panduan Hukum Islam. Ibnul Qayyim Al Jauziah, Hal.128).
Aksi kekerasan terhadap penganut suatu kepercayaan atau aliran memang tidak dibenarkan oleh hukum, akan tetapi, penyimpangan terhadap ajaran asli suatu agama merupakan suatu pelecehan yang tidak dapat ditolerir. Oleh karena itu, pemerintah harus bertindak tegas terhadap semua aliran atau kepercayaan yang menyimpang dari agama Islam yang benar yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, karena apabila pemerintah tidak membubarkan semua kelompok yang melecehkan suatu ajaran agama dengan dalih kebebasan atau hak asasi manusia, maka kasus penyerangan terhadap suatu aliran agama yang menyimpang pun dapat dibenarkan dengan dalih yang sama.

Read more...

ANTI DE-SAKRALISASI AL QURAN

Salah satu wacana yang dikembangkan oleh para penganut Islam liberal dewasa ini adalah tentang desakralisasi Al Qur’an. Banyak tokoh Islam liberal, yang sering menganggap dirinya sebagai Islam modern, bahwa sebagian hukum syariat Islam dan Al Qur’an bersifat teksual’ sebagai misal, hukum Islam yang sudah masyhur mengenai kewajiban menutup aurot bagi wanita, hijab, dan hukuman had dalam Islam (Al Qur’an dan Sunnah) adalah bersifat kearaban atau terpengaruh oleh tradisi Arab. Hal tersebut karena disebabkan (dalam pandangan Liberalis, Sekuleris, dan Pluralis) bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw diturunkan di Jazirah Arab, sehingga konteksnya pun kearab-araban. Karena Islam diturunkan di Arab dan bersifat kearab-araban, maka, Islam yang berada di luar jazirah arab tidak perlu mengikuti ‘kebiasaan’ tersebut, padahal Islam adalah agama yang bersifat universal (rahmatan lil ‘alamin), maka, segala perkara yang ‘dianggap’ bersifat temporal dan kedaerahan, harus disingkirkan atau di’revisi’, karena hal tersebut bertentangan dengan sifat universalitas Islam itu sendiri. Demikian adalah logikanya bagi orang yang hendak merubah syariat Islam yang sudah qoth’i ini.
Bagi orang-orang yang berpikir ala orientalis dan beranggapan bahwa orang-orang Islam saat ini adalah kaku dan tidak kreatif dalam menafsirkan ayat Al Qur’an, sehingga mereka berani menafsirkan ayat Allah sesuai dengan hawa nafsu mereka sendiri, Islam yang sekarang sudah tidak representative dan tidak bisa mengikuti perkembangan jaman (ala barat) dan memberi solusi terhdap kehidupan (ala barat).
Di dalam Al Qur’an surat Al Maidah ayat 3 Allah ta’ala berfirman:
“…pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu”…. Dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir II terkait dengan ayat ini dikatakan“…maka ridhailah Islam untuk untuk dirimu karena ia merupakan agama yang diridhai Allah dan dibawa oleh rasul yang paling utama dan dikandung oleh kitab-Nya yang paling mulia. Setelah turun ayat ini, kaum mukmin yang muslim tidak memerlukan tambahan apa pun. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan Islam maka jangan pernah kamu menguranginya. Sesungguhnya Dia telah meridhainya maka jangan pernah kamu membencinya. Ayat ini diturunkan pada Hari Arafah. Setelah ayat itu, tidak ditrunkan lagi ayat yang menyangkut hokum halal dan haram…” (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhamad Nasib Ar Rifai, Hal 36-37). Apabila ada orang Islam yang berani mengubah syariat Islam atau mengatakan bahwa syariat Islam sudah tidak sesuai, maka ada satu ungkapan untuk menjawab pernyataan tersebut, yaitu apakah manusia yang menuruti hukum (agama) atau hukum (agama) yang mengikuti kemauan keinginan (nafsu) manusia.
Dengan melihat kecenderungan tokoh-tokoh yang berani mengubah Islam atau mengatakan bahwa Islam sudah tidak sesuai dan harus direvisi, maka ungkapan yang tepat bagi mereka adalah hukum (agama) yang mengikuti kemauan keinginan (nafsu) manusia.
Apabila diruntut mengenai adanya pengaruh tradisi Arab dalam syariat Islam, seperti masalah menutup aurot (jilbab dan cadar), maupun hukum had seperti rajam dan potong tangan sebagai pengaruh dari ‘Arab”, akan muncul pertanyaan, apakah sebelum Islam datang, ‘tradisi’ tersebut sudah ada sebelumnya?
Sebelum Islam datang, bukan rahasia umum apabila dulu, di jaman Jahiliah, para wanita bertelanjang ketika berthawaf di Baitullah, bahkan mereka pun dalam kesehariannya tidak mengenakan jilbab. Sesudah Islam datang, maka kebiasaan yang jahil itu pun dirubah dengan tuntutan syri’at Islam, tidak ada lagi wanita yang thawaf dengan telanjang dan mereka pun menjulurkan jilbabnya hingga menutupi dada mereka.
Orientalis mungkin menganggap bahwa Tuhan mungkin terlalu subjektif dengan menjadikan kiblat sholat orang Islam adalah berada di Jazirah Arab (Makkah) atau kenapa kitab suci umat Islam dalam bahasa Arab, atau nabi dan rasul terakhir dari kalangan Arab, sehingga menghasilkan rumusan bahwa Islam adalah berbau Arab, kelihatannya sangat logis. Tetapi, pertanyaan yang kelihatannya logis ini sebenarnya mengandung kelemahan yang fatal, karena nantinya akan muncul pula pertanyaan lain yang menggelitik akal manusia, seperti kenapa Yesus harus dilahirkan dari wanita yang bernama maria, lalu kenapa harus hidup dan besar dengan cara orang-orang Yahudi, berbicara dalam bahasa orang Yahudi, lalu kemudian mempunyai murid (12 orang) yang “bertugas” di kalangan Yahudi saja. Bukankah semua itu juga subjektif. Kemudian orang Yahudi berkeyakinan bahwa mereka merupakan ras yang terunggul dan berhak atas tanah Palestina, bukankah keyakinan seperti itu juga bersifat subjektif. Apabila pertanyaan seperti diatas diterapkan pada semua perkara, maka akan muncul pertanyaan kenapa air harus mendidih pada suhu 100 derajat celcius, atau kenapa satu hari adalah 24 jam, kenapa gula adalah manis, kenapa udara tersusun 79% Nitrogen dan 20% Oksigen.
Apakah Tuhan juga subjektif ketika menentukan itu semua?
Kepuasan akal manusia dalam bertanya tidak akan pernah tercapai sampai ia menemui kematiannya. Tidak semua pertanyaan harus dijawab dan akal manusia tidak akan cukup untuk memahami rahasia firman Tuhan.. Apabila dipertanyakan kenapa Al Qur’an turun di Arab dan berbahasa Arab, maka, seandainya Al Quran diturunkan dalam bahasa Inggris dan di Tanah Inggris pun (padahal tidak mungkin), bagi orang-orang yang tidak memilki hakikat keimanan, tetap saja akan mempertanyakannya.
Orang liberal adalah orang yang menganggap dirinya obejkitf dalam memandang hukum Islam, padahal, kalau mereka mau memperhatikan diri mereka sendiri, mereka sebenarnya juga termasuk orang yang sangat subjektif.. Apabila mereka menganggap bahwa sebagian syariat islam dan konteks Al Quran adalan bersifat Arab, sehingga mereka yang tinggal di masa yang berbeda dengan masa dahulu dan berada di luar Arab, bisa mengambil Islam yang tidak berbau Arab, maka pertanyaanya adalah, metode apa yang mereka gunakan untuk mengatakan bahwa bagian syariat ‘ini’ bersifat kearab-araban, sedangkan syariat yang ‘itu’ bersifat universal. Tidak ada bedanya mereka dengan orang Arab jahiliah dulu yang menetapkan atau mengharamkan unta-unta tertentu karena untuk Allah, atau mengatakan bahwa bagi mereka adalah anak laki-laki, sedang bagi Allah adalah anak perempuan.
Apabila mereka sekarang sudah berani mengatakan jilbab atau rajam bersifat Arab, jangan-jangan mereka nanti berani mengatakan bahwa sholat, puasa, zakat, dan juga haji juga bersifat kearab-araban. Apakah mereka mempunyai otoritas untuk mengubah syariat? Tentu saja tidak. Mungkin mereka berargumen bahwa dahulu, Nabi Muhammad datng untuk membawa perubahan, sehingga kita sebagai umatnya juga harus melakukan perubahan, tidak boleh hanya terikat pada ajaran atau teks-teks al qur’an, tidak kreatif dalam beritjihad, taklid kepada ulama terdahulu yang hidup dalam kondisi yang berebeda dengan kondisi sekarang. Ironisnya lagi, mereka sering memuji nabi Muhammad sebagai revolusioner sejati. Sebenarnya yang mereka lakukan tak lebih dari sekedar mencari topeng (jusitfikasi) saja, karena apabila mereka “merasa” dengan merubah syariat yang sudah baku ini sebagi suatu terobosan yang luar biasa, maka, sebenarnya mereka telah menghina Nabi Muhamad Saw, karena mereka berarti mengingkari ajaran yang sudah disampaikannya.
Renungan terhadap pernyataan seperti diatas haruslah ditimbang dengan pikiran yang masak. Mungkin mereka mengira bahwa dengan belajar Islam ke Barat, maka mereka akan mempelajari Islam dengan objektif, karena ilmuwan barat mempelajari islam dalam kapasitasnya sebagai ilmu pengetahuan saja. Padahal, apabila disimak lebih lanjut, mereka, orang Barat orientalis yang mempelajari Islam dan mengajarkan islam kepada orang Islam di unversitas-universitas Barat terkemuka, mempunyai masalah yang serius dengan keimanan. Mereka mempelajari Islam bukan atas dasar keimanan, tetapi atas dasar ingin tahu atau keilmuan saja. Misal, mereka membicarakan masalah junub, tetapi apakah mereka pernah mandi junub, bahkan mungkin tidak menyakini kewajiban mandi junub. Mereka membicarakan, mengajarkan, dan bahkan mungkin berusaha menyakinkan seseorang dengan sesuatu, tetapi sesuatu tersebut sebenarnya tidak pernah mereka menyakininya.
Dan bagi orang Islam yang belajar Islam kepada orang semacam mereka, apakah mereka akan menjadi objektif dalam mempelajri hukum Islam. Tentu saja tidak, kenapa, karena hukum Islam itu bukan sekedar masalah penilaian subjektif atau objektif, tetapi adalah masalah keimanan (perintah Tuhan). Pertanyaan yang harus dijawab adalah, buat apa seseorang mempelajari Islam apabila tidak digunakan untuk menambah keimanan dalam menjalankan syariat. Apabila mengatakan dengan alasan objektifitas, objektifitas itu tidaklah diukur dengan cara belajar kepada orang yang tidak menyakini islam. objektifitas seharusya diukur dengan sebuah patokan, dan kemudian ketika muncul masalah dan berbagai pendapat, maka yang dipilih adalah pendapat yang paling mendekati kepada patokan. Dan yang pantas untuk dijadikan sebagai patokan dalam Islam adalah Nabi Muhammad saw, para Shahabat, kemudia para Tabi’in (Generasi Salaf). Tidak logis kalau Islam munculnya di Timur Tengah, tetapi kita mencarinya di Barat.
Contoh orang yang objektif dalam berislam adalah, misal, seorang yang bermadhab Syafii, terbuka terhadap pemirikran madhab lain, sehingga ketika mendapai suatu hujjah yang digunakan madhab lain ternyata lebih kuat (rojih)dan lebih mendekati kepada rasul daripada yang digunakan Madhab Syafii, maka diapun menerimanya, karena, pada dasarnya, tak seorang ulama madhab pun yang berniat menyelisihi Rasulullah, sebagai patokan utama dalam Islam.

Read more...

ISLAM ABU-ABU

Perdebatan apakah Islam hanya mengurusi masalah akhirat saja atau juga mengurusi masalah dunia telah menjadi wacana yang serius untuk dicermati, karena dalam sejarah Islam sebenarnya tidak ada pemisahan antara agama dan Negara. Istilah theokrasi yang diartikan sebagai Negara agama di barat hanya tepat jika untuk menjelaskan Negara agama dalam terminology barat saja, seperti Negara gereja vatikan. Bentuk daulah atau khilafah Islamiyah tidak bisa disebut dengan nama Negara agama atau theokrasi dalam pengertian barat, karena terdapat perbedaan yang mencolok antara konsep Negara gereja dan daulah atau khilafah Islamiyah.
Dalam Negara gereja, agama menjadi senjata untuk menjustifikasi keputusan-keputusan yang dibuat oleh gereja dan dianggap sebagai hukum, padahal gereja sebenarnya tidak punya referansi atau landasan jurisprudensi dari alkitab mengenai masalah tersebut, sebut saja masalah selibat. Semua keputusan gereja adalah atas nama agama; gereja adalah otoritas tunggal dalam menentukan benar atau salah terhadap sesuatu, sehingga gereja bisa bersifat semena (arbitrary) dalam menentukan suatu masalah.
Dalam Islam, konsep pembuatan hukum seperti di Negara gereja tidak dikenal, meski hukum yang dibuat diatasnamakan agama, tetapi dalam proses penentuannya harus berlandaskan suatu referensi utama yang disepakati bersama oleh umat Islam, yaitu al Qur’an dan Sunnah, sehingga hasil keputusan pemerintah Islam bisa dipertanggungjawabkan secara theologies.
Menurut Dr.Emad Eldin Shahin dalam disertasinya yang berjudul “Through Muslim Eyes: M Rashid Rida and The West” (1993) ada tiga golongan umat Islam, yaitu kelompok orthodox yang hanya membanggakan masa lalu umat Islam dan menolak apapun dari barat, yang kedua kelompok sekular yang menolak hukum Islam karena dianggap menghambat kemajuan dan berusaha mengadopsi nilai-nilai barat tanpa kritik, dan ketiga, kelompok reformis yang berusaha menghidupkan kembali kejayaan umat Islam dan bersedia mengadopsi nilai-nilai dari barat yang positif.
Untuk masyarakat muslim di Indonesia, perlu dibuat entitas baru lagi, yaitu kelompok tradisional dan progressif sekuler. Kedua kelompok ini berasal dari kultur yang berbeda, tetapi mempunyai pandangan yang sama mengenai formalisasi syariah Islam di Indonesia. Mereka menolak formalisasi syariah Islam dan hanya menginginkan agar umat Islam hanya mengadopsi nilai-nilai positif dari hokum Islam saja, seperti kasih sayang, persamaan dan keadilan. Meksipun mereka menolak formalisasi syariah Islam, tetapi mereka tetap menekankan pelaksanaan ritual Islam, bahkan sampai menjurus kepada bid’ah, meski tetap dilakukan dengan alasan budaya warisan. Biasanya yang berpandangan seperti ini adalah kalangan tradisional secular yang berasal dari organisasi dengan basis utama pesantren tradisional. Mereka pun tidak segan mendirikan partai dengan basis pendukung utamanya adalah masyarakat Islam meski mereka sendiri tidak memperjuangkan syariah Islam. Bahkan slogan dan symbol-simbol Islam pun sering diusung untuk meningkatkan daya tarik masyarakat.
Kelompok kedua adalah kelompok progressif sekuler. Mereka berasal dari kalangan yang berpendidikan tinggi dan cendekiawan. Phobia terhadap syariat Islam oleh kalangan ini disebabkan karena adanya sintesis terhadap pola pemikiran barat yang menganggap bahwa agama hanya akan menghambat kemajuan, yang mana pemikiran tersebut masuk melalui proses pendidikan. Menurut Peter School Latour, wartawan dan juga penulis kenamaan Jerman (Syafiq Basri, 1987), dengan menilik sejarah umat Islam pada masa lalu, adalah sangat mungkin bagi umat Islam untuk meraih kejayaannya lagi dengan manjadikan syariat Islam sebagai dasar Negara; barat tidak bisa mencerna pemikiran bahwa agama Islam dapat menjadi landasan kemajuan negara Islam karena tata cara dan tata nilainya sangat berbeda. Apabila peradaban Islam dapat unggul tanpa peraaban barat di masa lalu, kenapa tidak mungkin umat Islam mengulangi kejayaannya lagi tanpa kehadiran barat di masa kini.
Kejayaan umat Islam tidak boleh diukur dari kemajuan fisik semata, sebagaiman kejayaan barat sekarang ini. Nilai-nilai moral haruslah menjadi patokan utama, karena sekaya dan semodern apapun suatu bangsa dan Negara, apabila moralnya telah runtuh, seperti free sex, maka kehancurannya sudah dapat diperkirakan kapan terjadi, sebagaimana revolusi sex di amerika pada decade 60’an telah memberikan gambaran dengan jelas kehancuran masyarakat amerika, yang mana sekarang ini beragam penyakit telah terjadi di amerika, bahkan para pastor pelayan tuhan pun banyak yang terlibat pedophilia, bahkan incest pun banyak terjadi di keluarga di amerika. Bahkan di bidang ekonomi, inflansi di amerika telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan, karena amerika semakin terdesak oleh produk Negara-negara industri dari Asia, seperti Korea, China, dan Jepang.
Proses sintesis terhadap pemikiran barat akan menjalar sampai bidang gaya hidup dan semua yang bersifat barat akan ditiru oleh para pemuja materialisme, padahal kemajuan barat bukanlah prestasi barat sendiri, tetapi juga sumbangsih peradaban-peradaban sebelumnya, termasuk peradaban Islam. Di Indonesia, yang terlibat dalam proses sintesis terhadap pemikiran barat bukan hanya dari kalangan yang berpendidikan barat saja, tetapi telah melebar sampai institusi pendidikan Islam. Apabila bebarapa decade silam yang terjadi hanya sintesis terhadap pemikiran dan ideology barat saja, sekarang bisa disaksikan bahwa umat Islam juga sudah mulai mengadopsi kemerosotan moral barat.
Salah satu bukti betapa gagalnya paham materialisme barat adalah meskipun banyak lulusan barat di Indonesia, bahkan banyak pula para pejabat atau ekonom lulusan barat di Indonesia, tetapi mereka tetap saja gagal memakmurkan Indonesia dan membebaskan dari kemiskinan dan hutang internasional. Paham materialisme memang mendorong manusia untuk leboh produktif dan kreatif, tetapi semua itu hanya ditujuakan untuk mencari keuntungan duniawi semata, bahkan bukan untuk kemaslahatan semua umat manusia, tetapi hanya untuk kelompok tertentu saja; meskipun barat mengagungkan persamaan hak dan kebebasan, eksploitasi ekonomi terhadap masyarakat tetap terjadi, terutama kepada para buruh.
Peradaban bersifat linier; suatu saat dapat mencapai puncak kejayaan, sedangkan di masa yang lain dapat mencapai titik terendah. Apabila sekarang ini peradaban barat sedang di puncak kejayaan dan peradaban Islam sedang berada di titik terendah, sangat mungkin apabila kondisi tersebut segera berubah 180 derajat. Apabila sekarang banyak cendekiawan muslim yang ragu-ragu terhadap Islam itu sendiri dan cenderung untuk mengadopsi pemikiran barat, yang mana hal tersebut berarti bahwa mereka tidak pernah belajar dari sejarah bahwa dulu peradaban barat, di era kegelapan (age of darkness) sebelum masa renaissance, mereka justru tanpa ragu-ragu berkiblat kepada peradaban Islam.
Para tokoh dan cendekiawan umat Islam bersifat tidak tegas dan setengah-setengah; di satu sisi mereka berusaha mempertahankan identitas keIslaman mereka dan mengangkat isu-isu keIslaman, tetapi mereka juga takut terhadap aplikasi syariah Islam secara komprehensif. Sudah tiba saatnya bagi semua umat Islam agar kembali menghidupkan kejayaan peradaban Islam dengan fondasi Islam, sedang untuk masalah sarana untuk meraih kejayaan, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak ada salahnya untuk mengadopsinya dari barat, sebagaimana barat dulu juga mengadopsi teknologi dan ilmu pengetahuan dari Islam. Syariat Islam dan teknologi dan ilmu pengetahuan tidaklah bertentangan, tetapi dapat menjadi sinergi untuk mewujudkan masyarakat madani (civilized society).

Read more...

JAM TANGAN AJAIB

>> Selasa, 29 September 2009

Kang Karjo memukul-mukul jam tangannya. Sepertinya jam tangannya tidak cocok. Ketika melihat jam dinding di mushola tadi, dia melihat ada selisih 12 menit, jam tangannya menunjukkan jam 12.10, tetapi jam dinding di mushola tempat dia biasa soal jamaah menunjuk pukul 12.22.

“Wah, gawat nih, kayaknya perlu ke reparasi untuk betulin jam. Besok ke pasar lah, cari tukang reparasi jam”, pikir Kang Karjo. Kang Karjo pun lantas mencocokkan kembali jam tangannya sesuai jam yang menempel di mushola.

Esok harinya, waktu subuh hari, jam tangannya semakin bertambah selisihnya dengan jam dinding yang ada di Mushola Al Ihsan yang terletak tak seberapa jauh dari rumahnya, cuma berselang 3 rumah saja. Jam dinding mushola menunjukkan jam 04.32. tetapi jam tangannya kembali menunjukkan pukul 04.28.

“Selisih enam menit lagi nih. Kok aneh, padahal kemarin suah tak cocokin”, bingung Kang Karjo memikirkan jam tangannya.

Akhirnya Kang Karjo memutuskan akan ke pasar mencari tukang reparasi jam tangan untuk membetulkan jam tangannya, sekalian jalan-jalan melihat-lihat pasar karena sudah lama tidak ke Pasar Pagi. Kang Karjo pun pulang selepas sembahyang subuh ke rumah buat mengganti sarungnya dengan celana panjang. Kang Karjo lantas mengeluarkan sepeda onthelnya buat pergi ke pasar pagi. Hari itu meruPakan hari pasaran, sehingga pasar akan ramai dikunjungi masyarakat yang hendak berbelanja kebuTuhan sehari-hari.

Tak berapa lama setelah mengayuh sepeda onthel kesayangannya, Kang Karjo sampai juga di pasar pagi. Setelah mencari tempat parkir buat sepedanya, Kang Karjo bergegas beranjak pergi mencari tukang reparasi jam. Pasar sudah semakin ramai sekarang. Dia ingat ketika masih kecil sering diajak maknya berbelanja ke pasar, jumlah pedagang yang berjualan mungkin masih hanya puluhan saja, itu mereka berjalan di pinggir jalan, karena jumlah bangunan toko dan kios saat itu tidak lebih dari sepuluh buah saja. Sekarang jumlahnya telah bertambah berlipat ganda. Ratusan kios yang berjajar selalu sesak dipenuhi pengunjung setiap pagi, padahal dulu pasar pagi ini hanya ramai pada hari pasaran Kliwon yang datang lima hari sekali saja.

Begitu sampai di sebuah kios reparasi jam, Kang Karjo melepas jam tangannya dan menyerahkannya kepada seorang tukang reparasi yang sudah uzur dan berkacamata tebal. Diberitahukannya perihal jam tangannya yang sudah mulai melambat gerak jarumnya sehingga tidak cocok lagi dengan jam yang lain.

“Wah, jam tangan ini sepertinya sudah berumur ya”, tukas tukang reparasi jam pada Kang Karjo.

“Ya begitulah Pak, jam warisan suwargi bapak”, Jawab Kang Karjo.

“Sebenarnya sih lebih baik beli yang baru saja. Kalo jam seperti ini yang pantas kalo tidak cocok lagi waktunya. Beli saja jam yang baru, murah, ini ada yang harganya Rp.20.000. atau ini, lebih bagus lagi, harganya Rp.60.000. Kalo jam ini sih, paling nanti lekas rusak lagi” ujar bapak tukang reparasi pada Kang Karjo.

“Wah masih sayang sama jam itu, peninggalan bapak saya dulu” Jawab Kang Karjo. Memang jam tersebut merupakan wArisan bapaknya, dia sayang buat menggantinya dengan jam tangan baru, apalagi yang modelnya baru, dia suka dengan jam tangan kuno seperti peninggalan bapaknya.

“Ya baiklah, tak usahakan”, bapak tukang reparasi jam pun mulai mengutak-utik jam tangan Kang Karjo. Tak berapa lama, sekitar 15 menit berselang selesai sudah jam tangan tadi diperbaiki. Bapak tukang reparasi pul melihat ke jam tangannya, dan kemudian mencocokkan jam tangan Kang Karjo dengan jam tangannya. Jam tangan pun diserahkan kembali kepada Kang Karjo.

“Berapa Pak”, Tanya Kang Karjo.

“Sepuluh ribu”.

“Terima kasih Pak, permisi, Assalamualaikum”.

Kang Karjo pun lekas pulang ke rumahnya dengan naik sepeda onthelnya dengan tergesan. Di lihatnya jam menunjuk pukul 7 pagi. Biasanya jam segitu dia sudah berangkat ke sawah dan Nanang, anaknya yang duduk di bangku kelas 5 SD sudah berangkat ke sekolah.

Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah dan melintasi Mushola Al Ihsan, dilihatanya jam tangannya dan jam dinding di mushola. Terdapat selisih sekitar tiga menit. Jam tangannya menunjuk jam 07.20. Sedang jam dinding mushola menunjuk jam 07.23. Akhirnya dia pun mencocokkan kembali jam tangannya dengan jam dinding mushola.

“Mungkin bapak tadi kurang pas waktu menyetel jarumnya”, pikir Kang Karjo.

Setelah selesai mencocokkan jam tangannya, Kang Karjo pun bergegas pulang ke rumah, kemudian berganti baju dan membawa sabit pergi ke sawah. Banyak rumput yang tumbuh di sawah dan itu dapat mempengaruhi tanaman padinya, jadi harus dibersihkan.

Biasanya Kang Karjo pulang ke rumah sebelum Dhuhur. Setelah selesai memotong rumput hama di sawah, Kang Karjo melirik ke jam tangannya, jarum jamnya menunjuk pukul 10.30. Biasanya Kang Karjo pulang dari sawah jam 11.00, sehingga masih sempat buat melepas lelah sebentar sebelum Sholah Dhuhur. Tetapi karena pekerjaanya sudah selesai dan panas yang mulai menyengat, Kang Karjo pun memutuskan pulang lebih awal dari biasanya. Kang Karjo pun kemudian mengayuh sepedanya pulang ke rumah. Memang sudah menjadi kebiasaan turun-temurun bagi warga di kampung Kang Karjo menggunakan sepeda ketika mereka bepergian, terutama ke sawah.

Ketika Kang Karjo pulang dan melintasi mushola al ihsan, dia menengok tak sengaja ke arah mushola dan melihat ke arah jam dinding yang di atas tempat imam sehingga terlihat siap saja dari luar mushola karena pintu mushola memang searah dengan tempat imam. Dia pun lantas melihat jam tangannya. Dia pun kaget, karena ternyata jam tangannya tidak sesuai lagi dengan jam dinding di mushola. Jam dinding di mushola sudah menunjuk pukul 10. 50 siang, sedang jam tangannya masih menunjuk jam 11.02. Selisih dua belas menit lagi, tetapi jam tangannya yang lebih dari jam dinding mushola sekarang.

Dia pun berpikir sejenak. Jam ini kan baru tadi pagi dibetulkan ke reparasi di pasar, apa mungkin rusak lagi, atau apa jam dinding itu yang rusak.

“Coba nanti lihat jam dinding rumah, apa jam tanganku juga tidak cocok dengan jam di ruang tamu”, pikir Kang Karjo.

Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dituju adalah ruang tamu, karena hendak melihat jam dinding di rumahnya. Kang Karjo pun kaget, karena jam dinding d rumahnya menunjuk pukul 11. 00, sedang jam tangannya sudah menunjuk angka 11.08. Jadi selisih 6 menit, tetapi jam tangannya yang lebih. Kang Karjo pun heran, kenapa jam tangannya tidak cocok dengan jam dinding di rumah maupun di mushola.

Tak berapa lama dilihatnya Lek Parman melintasi depan rumahnya sepulang dari sawah, Kang Karjo melihat lek parman mempunyai jam tangan juga.

“Lek Parman, jam pinten sakniki”, Tanya Kang Karjo buat mengecek kecocokan jam tangannya lagi.

Saiki jam 11 luwih 10 menit” Jawab Lek Parman yang kemudian meneruskan perjalanan pulang ke rumahnya yang hanya berjaran beberapa puluh meter saja.

“Jam 11.10 menit” kata Kang Karjo dalam hati, lalu dilihatnya jam tangannya lagi. Ternyata jam tangannya sudah menunjuk angka 11. 13, jadi terdapat selisih tiga menit lebih cepat dari jam tangan lek parman.

Kang Karjo pun heran, kenapa jam tangannya tidak cocok dengan jam dinding di rumahnya, di mushola, dan jam tangan tang lek parman.

“Assalamualaikum” ternyata si nanang, anak sulungnya sudah pulah dari sekolah.

Kok wis bali Nang” Tanya Kang Karjo, karena biasanya anaknya pulang selepas Dhuhur.

“Bu Guru katanya mau melayat Pak” Jawab nanang sambil melelatakkan tasnya di kursi di ruang tamu. Kang Karjo pun melihat nanang memiliki jam tang di tangannya.

“Jam berapa sekarang Nang” tanya Kang Karjo. Dia bertanya dalam hati apa jam tangannya akan berbeda dengan jam milik Nanang.

“Sekarang jam 11.15 Pak”, Jawabnya, lantas pergi ke belaKang. Kang Karjo pun melihat jam tangannya, jarum jam sudah menunjuk angka 11.16 lebih, tetapi belum 11.17. Selisih sekitar 1, 5 menit. Lalu di lihatnya jam dinding yang tergantung tak jauh dari tempatnya berdiri ternyata menunjuk ke angka 11.13 menit lebih sekian detik. Ternyata masih selisih 3 menit. Kang Karjo pun tambah heran, karena jam tangannya juga tidak cocok dengan jam tangan nanang, anaknya.

Kang Karjo pun bingung, jam tangannya mau dicocokkan dengan jam yang mana, karena tidak cocok dengan jam dinding mushola, jam dinding di rumahnya, jam tangan Lek Parman, dan jam tangan anaknya. Karena tidak mau ambil pusing, Kang Karjo pun lantas melepas jam tangannya dan meletakkannya di meja. Dia pun pergi ke belakang buat mandi, karena badannya masih basah berkeringat, karena hari memang sedang panas-panasnnya.


Azhan Dhuhur sudah berkumandang. Kang Karjo yang sudah segar setelah mandi pun bergesa pergi ke mushola untuk sholat Dhuhur. Jam tangannya pun dipakainya kembali.

Sholat Dhuhur pun dilakukan dengan berjamaah, meski tak lebih dari sepuluh orang yang datang buat sholat hanya orang-orang yang sudah uzur dan Kang Karjo adalah jamaah tetap di Mushola Al Ihsan yang termuda. Padahal umurnya sudah mendekati 35 tahun. Sungguh sayang banyak yang mengaku Islam, tapi ke mushola saja jarang. Pergi ke mushola menunggu kalau sudah tua atau pensiun, sedang ketika masih sehat enggan untuk beribadah.

Selesai sholat, Kang Karjo pun berzikir, tetapi sebenarnya tidak khusyuk, karena dia sedang kepikiran terus dengan masalah jam tangannya yang tidak cocok dengan jam manapun. Bahkan sambil berzikir, masih sempat Kang Karjo melirik ke arah jam tangannya dan jam dinding yang tergantung di atasnya.

“Wah, kok sekarang tambah aneh saja”, bisik Kang Karjo dalam hati. Ternyata jam tangannya menunjukkan jam 12.30, sedang jam dinding sudah menunjuk jam 12.42. Terdapat selisih 12 menit lagi, seperti kemarin.

Sudah satu hari ini Kang Karjo mengalami beberapa kali peristiwa yang cukup aneh terkait dengan jam tangannya. Dipikirkannya berulang kali, bagaimana mungkin setiap dia melihat jam tangannya dan kemudian membandingkannya dengan jam lain tidak pernah menunjuk waktu yang sama persis.

Dilihatnya masih beberapa jamaah Sholat Dhuhur masih berzikir dengan tenangnya. Beberapa diantara mereka terlihat mengenakan jam tangan. Kang Karjo pun berniat bertanya kepada mereka menunjuk jam berapa jam tangan yang mereka kenakan.

“Jam berapa sekarang Kang”, Tanya Kang Karjo kepada Kang Sukri yang sudah selesai berzikir.

“Jam 12.39 sekarang” Jawab Kang Sukri singkat. Kang Karjo pun lantas melihat melihat jam tangannya.

“Selisih 9 menit dengan jam tanganku, coba kutanya yang lainnya” pikir Kang Karjo.

“Jam berapa sekarang Lek Sarjito”, Tanya Kang Karjo kepada Lek Sarjito yang duduk tepat di sebelah kanannya. Lek Sarjito pun lantas melihat jam tangannya.

“Jam 12.37” Jawab Lek Sarjito. Kang Karjo pun melihat jam tangannya yang ternyata menunjuk jam 12.31, sehingga berselisih 6 menit dengan jam Lek Sarjito. Kang Karjo pun semakin heran dengan bukan hanya jam tangannya, tetapi juga dengan jam tangan orang lain dan juga jam dinding yang ada di mushola dan di rumahnya.

Dilihatnya Pak Imam Ahmad juga mengenakan jam tangan. Diliriknya dengan serius. Ternyata menunjuk jam 12.34, sehingga terdapat selisih 3 menit dengan jam tangannya. Dia pun lantas berpikir serius, apabila jam tangannya tidak cocok dengan jam siapapun, berarti semua jam yang ada pun tidak ada yang sama.

“Lantas, sebenarnya jam punya siapa yang benar?” bingung Kang Karjo sendirian memikirkan jam tangannya dan juga jam yang lainnnya.

Kang Karjo pun berpikir lebih jauh lagi, kalau jam saja tidak cocok dengan jam yang ada di rumahnya, jam anaknya, jam tetangganya, dan jam milik jamaah mushola, lantas, bagaimana dengan jam milik orang sekampungnya, se Jawa, atau se Indonesia, atau bahkan sedunia.


Read more...

HADIAH DARI AMRIK

“Hallo, selamat Pak. Sekolah bapak diberi kepercayaan dari departemen dalam negeri Amerika untuk ikut pertukaran pelajar selama dua bulan” begitu bunyi telepon singkat dari diknas kepada kepala sekolah kami.

Sekolah kami meskipun terletak di kota kecil, tetapi cukup diperhitungkan prestasinya. Sekolah kami adalah SMA negeri terbaik di Kota S. aku bangga bisa mengajar di SMA ini karena SMA ini adalah SMAku dulu. Aku mengajar bahasa inggris di kelas tiga, dan menjadi wali di kelas bahasa. Memang selain mempunyai Jurusan IPA dan IPS, sekolah kami juga membuka Kelas Bahasa, dengan orientasi ke Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan juga Jerman.

Sebagai guru yang masih muda, aku cukup dekat murid-muridku yang sudah mulai dewasa. Banyak di antara mereka yang sering curhat kalau sedang ada masalah. Bahkan banyak pula yang sering datang ke rumah, dan istriku juga senang dengan kehadiran mereka. Istriku yang juga seorang guru di sebuah tk sangat senang kalau dikunjungi, terlebih kami belum dikaruniai anak, tetapi istriku sedang hamil besar, dan tidak lama lagi melahirkan, dan itu sangat membuat kami merasa gembira.


“Pak Ari, murid yang akan belajar di sekolah kita akan masuk di kelas bahasa. Namanya Nancy McO’neill. Dia akan datang dua hari lagi. Saya harap saya bisa menitipkannya kepada Pak Ari selama dia berada di sini, karena dia harus dibantu agar bisa segera beradaptasi dengan budaya di Indonesia” kata Pak kepala sekolah dengan memohon.

“Maaf Pak, bukannya saya menolak, tetapi kan dia perempuan. Apa dititipkan kepada guru yang perempuan saja” Jawabku. Aku kaget ketika mendengar Pak kepala ingin agar anak dari Amerika itu tinggal di rumahku.

“Begini Pak. Pak Ari kan guru bahasa inggris, jadi akan sangat membantu Nancy, karena dia belum bisa berbahasa Indonesia. Lagipula Pak ari kan suah menikah, jadi saya kira tidak ada masalah. Saya mohon Pak Ari bisa membantu, karena kesempatan emas seperti kali ini belum tentu akan datang lagi kalau kita mengecewakan Diknas dan Kedubes Amerika. Kalau masalah biaya, jangan khawatir, karena pihak Diknas sudah menyediakan dananya” kata Pak kepala sekali lagi dengan memohon.


Aku pun merasa tidak enak. Aku memutuskan untuk bermusyawarah terlebih ahulu dengan istriku. Istriku sebenarnya juga merasa ragu-ragu untuk menerima seorang wanita asing di rumah, tetapi aku memberi pertimbangan tentang perkembangan karirku di sekolah nanti.

“Apa Mas yakin bahwa kedatangan orang asing di rumah kita tidak akan menimbulkan masalah?” Tanya istriku.

“Ya gimana ya Dik, kalau kita menolak, saya takut nanti dapat masalah dengan kepala sekolah, karena ini kan menyangkut nama baik sekolah. Lagipula ini kan cuma dua bulan” kataku kepada istriku. Dia masih terlihat ragu-ragu. Lagipula kan nanti kamu bisa belajar bahasa inggris secara langsung darinya” tambahku untuk menyakinkannya.

Setelah mengemukakan beberapa alasan, akhirnya istriku pun bisa menerima. Bahkan kemudian dia menyiapkan sebuah kamar yang biasanya kami Pakai untuk sholat, agar digunakan untuk tamu kami nanti.


Dua hari kemudian, tibalah tamu sekolah kami. Semuanya menunggu dengan penasaran, seperti apakah rupanya. Rupanya dia diantar oleh pihak Kedubes Amerika dan Kepala Diknas. Setelah rombongan pengantar pergi, aku pun dipanggil agar datang ke ruang kepala sekolah.

“Hello, Pak Ari. My name is Nancy McO’neill. I come from Detroit, The United States. You may to call me Nancy.” Katanya ketika mengenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan bersalaman.

“Hei, how do you my name?” aku pun kaget ketika dia sudah tahu tentangku.ternyata kepala sekolah sudah menerangkan padanya tentangku yang akan menjadi induk semangnya selama di Indonesia.

Kami pun cepat akrab meski baru sebentar berkenalan. Ketika dia kuperkenalkan di kelas, dia sangat antusias ketika mengenal teman-teman barunya. Dia pun duduk memilih di depan sendiri ketika kuberi kesempatan untuk memilih tempat duduknya sendiri.

Sepertinya orang Amerika sangat percaya diri, berbeda dengan anak-anak Indonesia yang suka duduk di belakang, terutama di pojok belakang. Aku langsung mendapat kesan positif sejak berkenalan dengan Nancy. Selain orang supel, mudah bergaul Nancy juga cantik dan terlihat seperti orang yang sudah kuliah, padahal di Amerika dia masih setingkat SMA. Rambutnya pun tidak pirang, seperti bayanganku tentang wanita-wanita Amerika semula, tetapi hitam, meskipun tidak kelam. Badannya lebih tinggi dari pada ukuran anak-anak Indonesia yang seumur dengannya.


Setelah sekolah usai, kami pun pulang ke rumah mungilku. Baru kali ini aku memboncengkan perempuan selain ibu, istri, dan adikku, orang asing lagi. Aku pun sebenarnya tidak nyaman ketika memboncengkannya, tetapi akhirnya aku bisa mengendalikan pikiranku.

Istriku sedang memasak ketika kami datang. Untunglah barang bawaan Nancy tidak banyak, karena dia hanya membawa satu tas ransel saja, sehingga dia tidak membutuhkan lemari besar. Aku pun kemudian mengenalkannya kepada istriku. Istriku bisa Bahasa Inggris sedikit-sedikit, jadi aku tidak terlalu khawatir tentang bagaimana nanti dia berkomunikasi.

Kami pun kemudian mulai menjelaskan tentang cara hidup kami, orang Indonesia. Kami mengenalkan tentang bagaimana cara kami mandi memakai gayung. Dia pun terheran-heran melihat gayung, karena di Amerika orang mandi memakai shower. Kemudian kami membawanya ke dapur, memperlihatkan dapur kami yang mungil. Dia sangat senang apabila diperbolehkan untuk ikut memasak, karena, katanya di Amerika dia terbiasan masakn untuk dirinya sendiri tidak tinggal serumah dengan orang tuanya semenjak setahun yang lalu. Bahkan dia pun bercerita bahwa dia sudah bekerja di sebuah restoran untuk menghidupi dirinya sendiri, selain memang dia mendapat beasiswa dari pemerintah.

Dia terheran-heran ada begitu banyak sepeda motor di Indonesia. Katanya, orang Amerika lebih suka naik kereta atau untuk menempuh perjalanan jauh, atau berjalan kaki atau naik sepeda. Akhirnya dia bilang bahwa dia ingin naik sepeda saja kalau pergi ke sekolah. Kami pun kaget mendengar rencananya itu, tetapi kami pun lantas menyetujuinya, karena naik sepeda sudah menjadi budayanya, karena hal tersebut juga tidak akan menambah repot kami nanti.

Akhirnya hari itu aku mengantarkanya ke toko sepeda. Itu adalah kali kedua aku memboncengkannya, dan kali kedua juga aku memboncengkan wanita selain istri, ibu, dan adikku.

Dia memilih sebuah sepeda bermerk dan harganya lumayan mahal untuk ukuran gaji pegawai negeri seperti aku. Dia memang anak yang unik. Dia pun pulang dengan naik sepedanya sendiri, sementara aku naik sepeda motor pelan-pelan di depannya.


Istriku pun kelihatan senang dengan kehadirannya di rumah. Setiap pagi dia selalu membantu istriku memasak. Katanya dia ingin mempelajari masakan Indonesia. Ketika makan pagi pertama kali, dia agak kikuk mengambil nasi, karena di Amerika dia belum pernah melihat nasi. Porsi makannya pun melebihi kami, mungkin karena orang Amerika makannya banyak.

“Nancy, do you know why Indonesian is physically smaller than American?” kata istriku suatu hari ketika kami Makan Soto.

“No, I don’t” Jawab Nancy penuh tanda Tanya.

“Kamu lihat di atas Soto ini adalah daging. Ayam yang kamu makan di Amerika bisa kami gunakan untuk puluhan Soto. Oleh karena itu, tubuh kami lebih kecil dari kalian” Nancy pun hanya tersenyum mendengar canda istriku.

Dia sering kepedasan kalau makan. Tetapi lama-kelamaan dia bisa menyesuaikan dengan lidah Indonesia, bahkan dia sangat suka makan nasi goreng di campur sayur kol mentah, mentimun, dan saus. Katanya, di Amerika orang biasa makan sayur mentah lapis daging dan roti. Bahkan setelah beberapa kali belajar masak pada istriku, akhirnya dia bisa memasak nasi goreng sendiri, sehingga kami tidak khawatir jika kami sedang ada acara dia bisa memasak buat dirinya sendiri, karena dia tidak menyukai masakan warung di Indonesia, katanya tidak higienis.

Setelah satu bulan tinggal di rumah kami, aku dan istriku merasakan keakraban teresndiri dengan Nancy. Hampir setiap malam kami mengobrol banyak sambil melatih Nancy Bahasa Indonesia, sedang aku dan istriku belajar Bahasa Inggris kepada Nancy. Terkadang kami tertawa mendengar pelafalan bahasa Indonesia Nancy yang terengar lucu, seperti mengatakan “saya tahu”, padahal harusnya dibaca kata “tahu” dibaca “tau”. Nancy juga belum bisa membedakan penggunaan kata yang mempunyai makna yang sama, seperti mengatakan “mobil itu melaju dengan deras”, padahal seharusnya mengatakan “mobil itu melaju dengan kencang”.

Menurut Nancy, kehidupan di Indonesia itu unik. Orang-orang di Indonesia sangat ramah dan akrab satu sama lain, tidak seperti di Amerika yang individualis. Nancy bercerita bahwa di tidak mengenal semua orang yang tinggal di gedung apartemen tempat dia tinggal, sedang kami di sini biasa mengenal bukan hanya orang satu RT, satu kampung pun kami kenal.

Untuk ukuran orang yang baru belajar bahasa Indonesia dari nol, Nancy tergolong anak yang cerdas, sehingga dia sudah bisa mulai bercakap-cakap menggunakan bahasa Indonesia meski dengan intonasi dan susunan kata yang kadang-kadang masih belum pas, karena Nancy selalu berusaha untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia, baik di rumah maupun di sekolah teman-temannya.

Ketika melihat kami Sholat Shubuh di kamar, karena kami lupa menutupnya, Nancy heran dengan apa yang kami lakukan.

“Pak Ari, tadi anda sedang berbuat apa di kamar? Kenapa gerakannya aneh, apa tadi itu yoga untuk terapi kesehatan?” Tanya Nancy heran.

Akhirnya kami berdua menjelaskan dengan detail bahwa kami, sebagai orang Islam, mempunyai kewajiban beribadah kepada Tuhan lima kali sehari. Nancy pun heran, betapa seringnya orang Islam menghadap Tuhan, karena di Amerika Nancy hampir tidak pernah datang ke gereja, meskipun kedua orang tuanya penganut Gereja Prebysterian yang taat dan sering membawa Nancy ke gereja sewaktu masih kecil dahulu. Menurut Nancy, orang ke Amerika sekarang hanya ke gereja untuk menikah, membaptis anak, dan untuk menghadiri misa kematian. Kata Nancy, meski orang Amerika sering bilang “Oh my God”, tetapi sudah tidak percaya lagi “God” mereka.


Suatu pagi istriku merasa hampir melahirkan, kami pun segera bergegas ke rumah sakit. Nancy sebenarnya ingin ikut, tetapi kami melarangnya, lagipula rumah tidak ada yang menjaga. Setelah sampai di rumah sakit, istriku pun langsung di tangani oleh dokter di ruang melahirkan.

Malam harinya istriku pun melahirkan bayi perempuan yang cantik. Kami semua merasa bahagia. Malam itu aku hampir tidak tidur, karena banyak hal yang harus aku lakukan. Pagi harinya aku juga tidak masuk sekolah. Aku harus menjaga istriku karena ibu mertuaku belum datang, karena baru setelah istriku melahirkan, aku memberitahunya.

Siang harinya ibu mertuaku datang, sehingga aku pun lega sehingga aku bisa beristirahat malam harinya. Nancy pun tiba-tiba datang menengok sore hari sepulang sekolah. Aku sempat kaget, karena dia tahu kami berada di mana, ternyata dia bertanya kepada pihak sekolah yang memang sudah kuberitahu. Karena letak rumah sakit yang cukup jauh dengan rumah kami, istriku pun melarang Nancy pulang naik sepeda sendiri. Dia menyarankan agar aku pulang dengan Nancy naik sepeda motor. Pada awalnya Nancy menolak, tetapi karena dibujuk oleh istriku, karena memang hari sudah sore dan khawatir kalau di bersepeda sendirian ada apa-apa di jalan, akhirnya Nancy pun pulang denganku sebelum Maghrib. Sepedanya aku titipkan di Pos Satpam, dan akan diambil keesokan harinya.

Berarti itu adalah kali ketiga aku memboncengkan Nancy. Ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman. Aku merasa was-was. “Mungkin ini adalah karena aku kecapekan saja” kataku dalam hati untuk menghibur diriku sendiri.


Setelah sampai di rumah, aku pun segera mengambil handuk dan mandi agar segar, kemudian Sholat Maghrib. Aku beristirahat sambil tiduran sebentar di kamar sambil menunggu waktu Isya’ datang. Sempat kulihat Nancy memasak sesuatu di dapur, tapi tidak kutanya, soalnya aku sudah terlalu capai; ingin bersitirahat sebentar.

Begitu waktu adzan Sholat Isya’, aku pun bergegas ke mushola untuk sholat berjamaah. Selesai sholat, aku langsung pulang karena merasa aku belum makan apa-apa sejak siang hari tadi. Ketika aku masuk, aku melihat lampu sudah dimatikan. Aku pikir Nancy sudah tidur. Tetapi tiba-tiba ada nyala korek api dan lilin pun menyala di meja makan. Nasi goreng dengan kol mentah dan mentimun sudah terhidang di meja Makan.

“Pak Ari, saya ingin berterima kasih atas kebaikan Pak Ari selama saya di sini. Saya ingin Pak Ari malam ini menikmati masakan saya sebagai ucapan terima kasih saya” kata Nancy.

“Terima kasih Nancy, tetapi ini saya kira terlalu berlebihan” aku pun mempunyi firasat tidak enak.

“Tidak Pak, ini adalah ucapan terima kasih saya. Pak Ari telah berbuat baik kepada saya, jadi tidak boleh menolak permohonan saya ini” kata Nancy, kemudian dia pun mempersilakan agar aku duduk. Dia pun lantas mengambil priring dan mengambilkan nasi. Dia melayaniku mengambil nasi persis seperti bagaimana istriku melayaniku.

“Pak Ari, saya ingin malam ini adalah malam paling mengesankan bagi saya tinggal selama di Indonesia, di rumah ini” kata Nancy sambil tersenyum melihatku.

Aku pun hanya bisa diam sambil termenung. Aku tidak tahu apakah aku tahu yang bakal terjadi nanti. Aku diam tanpa tahu apa masih mampu mengeluarkan kata-kata, seang suasana terasana dingin.

Aku hanya bertanya dalam hati “Ya Allah, apakah malam ini aku akan mengkhianatimu, istriku, dan putri kecilku?”


Read more...

KOMPUTER SETAN

Ketika Roni melihat jam tangannya pagi itu, dia melihat jam jarum menunjuk angka 07.00.

“Wah, telat lagi sepertinya.” Kata Roni dalam.

Sudah beberapa waktu ini Roni selalu bangun telat. Biasanya dia bisa bangun pukul 04.30, kemudian bangun sholat shubuh, membantu Maknya sebentar mengantar ke Pasar Pamenang buat belanja barang dagangan, kemudian pulang, mandi, terus sarapan, dan berangkat ke sekolah. Kebiasaan membantu Maknya belanja pun akhirnya terhenti karena hampir setiap dia bangun didahului oleh matahari.


Sudah beberapa waktu ini Roni asyik bermain dengan komputer barunya. Sebenarnya tidak baru sih, beli milik si Renai, putri sulung Pakwo nya yang sudah bosan dengan komputer lamanya dan mau beli laptop tercanggih, katanya. Maka, komputer tersebut pun dijual dengan murah kepada Roni, begitu kata si Renai, padahal, bagi orang tua Roni yang hanya pegawai di Kantor Lurah Kampung Kecil Bukit 12 dan ibunya yang hanya berjualan Makanan di depan rumahnya untuk membantu penghasilan keluarga, angka dua juta untuk sebuah komputer adalah angka yang teramat besar, karena hampir setara dengan gaji tiga bulan ayah Roni.

Sebenarnya bapaknya berkeberatan untuk membelikan Roni komputer, karena Roni masih duduk di kelas dua di SMA yang kurang terkenal di daerahnya.

“Buat apa kamu membeli komputer, kamu kan masih SMA. Lebih baik nanti uangnya digunakan untuk membayar uang masuk kuliah kamu.” Bujuk bapaknya agar Roni tidak minta dibelikan komputer.

“Tapi tugas sekolah Roni banyak Pak. Kalau ditulis tangan kan tidak mungkin, sedang kalau pergi ke rental mahal. Lebih baik baik kan beli saja, supaya nanti bisa belajar. Nanti adik kan juga bisa memakainya, jadi bukan hanya untuk Roni saja. Kalau nanti Roni tidak bisa menyelesaikan tugas sekolah tepat waktu, bisa-bisa nanti Roni tidak lulus Pak” rayu Roni pada bapaknya. Sebenarnya Roni punya alasan tersembunyi kenapa dia ngotot minta dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Roni pun merajuk kepada kedua orang tuanya. Bermacam argumen yang berlebih-lebihan dan terkesan mengada-ada pun dikeluarkannya untuk menyakinkan bahwa komputer itu penting. Bahkan dia bilang bahwa jaman sekarang ini, kalau tidak punya komputer itu dianggap ketinggalan jaman, tidak gaul, ketinggalan teknologi.


Maknya yang teramat sayang pada Roni dan lemah hatinya pun kemudian meluluskan keinginan anak sulungnya tersebut.

“Ron, Mak ada uang buat kamu membeli komputer, tapi kamu janji harus belajar dengan baik ya, kalau adikmu mau menggunakan juga jangan dilarang” kata Maknya ketika amengabulkan keinginan Roni.

“Tenang Mak, nanti Roni akan belajar lebih giat biar bisa ranking satu. Komputer yang nanti Roni beli pun bagus dan murah kok” Jawab Roni penuh semangat agar lebih menyakinkan.

Akhirnya, tabungan Maknya, yang sedianya akan digunakan untuk masuk kuliah Roni nanti diambil setengahnya untuk membelikan komputer yang menurut Roni masih baru dan murah tersebut. Kata Roni, bila dia membeli komputer di toko, tidak pada si Renai, anak Pakwonya, harganya bisa dua kali lipat. Renai menjual komputernya pada Roni karena untuk menambah uang untuk membeli laptop baru. Orang tua Roni pun percaya saja mengingat Renai adalah anak dari kakak Pak Amin, ayah Roni.

Orang tuanya pun menurut saja pada keinginan Roni yang terkesan berlebihan tersebut, bahkan memberatkan mereka sebenarnya. Dengan hadirnya “teman” baru Roni tersebut, beban listri keluarga Roni membengkak karena komputer Roni hampir selalu menyala setiap malam.


Semenjak Roni dibelikan komputer baru tersebut, memang Roni menjadi jarang bermain ke rumah teman-temannya. Bahkan dia juga jarang menonton televisi bersama-sama dengan keluarganya sehabis Sholat Isya seperti biasanya.

“Roni, makan siang dulu, kamu kan belum makan siang sejak pulang sekolah tadi. Kamu belum Sholat Ashar kan? Sholat dulu. “Seru Maknya dari depan kamar Roni menyuruh untuk sholat ashar dan Makan siang.

“Nanti saja Mak. Tanggung, masih banyak pekerjaan nih” Jawab Roni dengan keras dari dalam kamarnya.

Setiap sepulang dari sekolah, dia langsung masuk kamar dan tidak keluar lagi, kecuali untuk Makan dan ke kamar mandi. Kamarnya pun lebih sering dikunci, baik ketika dia ada di rumah maupun ketika dia sedang sekolah. Orang tuanya sebenarnya heran melhat ulah anaknya tersebut, tetap mereka urung bertanya kenapa kepadanya. Mereka berpikir mungkin Roni sedang banyak tugas sekolah, sehingga tidak mau diganggu.


Memasuki bulan kedua setelah mempunyai komputer baru, mulai terlihat hal-hal yang tidak wajar pada Roni. Wajahnya kelihatan pucat dan lemas, seperti orang yang jarang tidur.

“Kamu sakit Ron. Kenapa wajahmu pucat seperti orang kurang tidur” Tanya bapaknya heran melihat kondisi Roni yang seperti kurang tenaga.

‘tidak kok Pak, Cuma banyak kurang tidur saja, karena kalau malam harus begadang buat mengerjakan tugas sekolah” Jawa Roni dengan lesu.

Bangun pagi pun sering terlambat, sehingga harus terburu-buru untuk sampai ke sekolah, toh itu pun masih telat juga, karena jam tujuh pagi dia baru berangkat dari rumah, dan dalam kondisi belum sarapan pula.

Dia pun meminta tambahan uang saku. Katanya banyak tugas sekolah, prakter ke luar sekolah, dan ada iuran kelas yang belum dibayarnya, sehingga uang sakunya tidak lagi mencukupi. Lagi-lagi Maknya pun menurutinya lagi, padahal bapaknya sudah mengingtkan Roni agar tidak boros; mengenai kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan; Maka mereka harus hidup berhemat apabila Roni dan adiknya ingin sekolah sampai perguruan tinggi.

“Ron, kamu bisa mengurangi pengeluaran kamu tidak? Kalau kamu terlalu boros, Mak kamu kan tidak bisa menyisihkan uang buat masuk kuliah kamu nanti” kata bapaknya mengingtkan Roni.

“Tapi kalau keperluan Roni kan membutuhkan uang Pak. Ini kan juga agar semua urusan sekolah Roni lancar dan nanti bisa naik kelas dengan nilai yang baik” sanggah Roni dengan harapan bapaknya tidak curiga kenapa dia akhir-akhir ini uang sakunya selalu habis sebelum waktunya sehingga harus minta tambahan.


Sesekali Roni keluar rumah di malam hari, alasannya pergi ke rumah teman buat mengambil bahan pelajaran atau mengerjakan tugas.

“Mau kemana Ron, malam-malan begini mau keluar. Besok siang saja kalau ada perlu” Tanya Maknya ketika melihat Roni hendak keluar selepas Isha’.

“Mau ke rumah Tedi Mak, meminjam buku pelajaran, soalnya ada tugas sekolah yang belum selesai’ Jawab Roni. Tedi salah satu teman sekolah Roni yang di rumahnya juga membuka rental film, play station, dan juga tempat bilyard.

Memang Roni tidak lama kalau keluar rumah malam di hari. Tetapi, sesudah sampai ke rumah, kamarnya adalah tujuan utamanya dan dia pun tidak keluar lagi sampai pagi hari. Maknya sebenarnya heran dengan perubahan sikap Roni akhir-akhir ini, tetapi tidak berani menanyakannya, takut anaknya merajuk dan marah.


“Mak, nanti malam teman-teman sekolah Roni mau menginap, soalnya ada tugas yang belum selesai” kata Roni suatu hari ketika meminta ijin untuk mengajak teman-teman sekolahnya menginap.

“Ya tidak apa-apa, tetapi jangan ramai ya, soalnya bapakmu sedang tidak enak badan, nanti istirahatnya terganggu” kata Maknya mengingatkan supaya Roni dan teman-temannya tidak ramai ketika mengerjakan tugas. Dan memang Roni tidak ramai ketika berada di kamar bersama teman-temannya, bahkan terkesan hening, meski lampu kamarnya tetap menyala sampai tengah malam.


Sudah beberapa kali teman-teman sekolah Roni menginap di rumahnya dengan alasan untuk belajar bersama karena sebentar lagi ujian kenaikan kelas tiba. Orang tua Roni pun selalu memperbolehkan mereka untuk menginap, karena mereka datang dengan membawa tas sekolah dan buku. Orang tua Roni merasa bahwa tidak rugi Roni dibelikan komputer, karena ia menjadi semakin rajin belajar, bahkan sampai pucat kurus badannya. Maknya mengira pasti Roni begadang bersama teman-temannya untuk belajar setiap malam.

“Wah, memang rajin sekali Roni dan teman-temannya itu” pikir kedua orang tua Roni.


Sesudah hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan, ujian akhir tahun pun tiba, dan sudah saatnya bagi orang tua Roni untuk mengambil raport. Orang tua Roni dikagetkan dengan rupa raport Roni ketika datang ke sekolah untuk mengambil raport.

Wali kelas Ronimenyatakan bahwa Roni tidak naik kelas. Bapaknya Roni seakan tidak percaya, karena mereka melihat bahwa selama ini anaknya tersebut sangat rajin belajar di kamar setiap hari.

“Tidak mungkin anak saya Roni tidak naik kelas. Pasti ini bapak salah menilai anak saya. Anak saya itu setiap hari kerjanya hanya di kamar belajar, bermain ke luar rumah pun sangat jarang” kata bapaknya si Roni seakan tidak percaya.

“Tetapi Roni memang tidak naik Pak. Saya mempunyai catatan pelanggaran Roni membolos dari sekolah dan sebagian tugas yang dikumpulkannya. Roni termasuk anak yang jarang mengumpulkan tugas sekolah, dan saya mempunyai bukti-buktinya. Nanti bapak boleh mengecek sendiri kepada Roni” kata pak guru menjelaskan dengan tenang.

“Tetapi Roni itu sudah saya belikan komputer lho pak, biar tugas sekolahnya beres semua” kata bapaknya Roni dengan setengah bingung.


Betapa malu Bapak si Roni mendengarkan cerita dari Pak Guru. Dia pun bertanya-tanya dalam hati, lantas, apa yang dikerjakan Roni selama ini di dalam kamar bersama teman-temannya. Buat apa pula dia punya komputer jika tidak untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Bapak si Roni pun lantas bercerita banyak kepada Pak Guru perihal kenapa dia membelikan komputer buat Roni, tentang bagaimana teman-teman Roni datang untuk belajar bersama, dan banyak lagi hal yang diceritakannya kepada Pak Guru perihal si Roni. Jawaban Pak Guru, ternyata tidak ada yang perlu diketik menggunakan komputer. Kata Pak Guru, Roni pun sering membolos dan uang SPP nya selama tiga bulan pun juga belum dibayar. Roni juga tidak pernah membayar iuran di kelasnya.


Bapaknya Roni pun langsung pulang ke rumah dan hendak mendamprat anaknya itu. Akan ditanya, kemana uang SPP nya tiga bulan yang belum dibayarkannya itu, buat apa komputernya selama ini, apa yang dia lakukan di kamar bersama teman-temanya setiap malam.

Begitu sampai di rumah, dilihatnya banyak sepatu yang ada di luar kamar Roni, menandakan bahwa teman-teman Roni sedang ada di kamar Roni. Melihat bapaknya Roni pulang dengan muka masam dan mukanya merah, Maknya Roni hanya heran terdiam dan mengikuti langkahnya ke arah kamar Roni. Dengan emosi yang meluap-luap dan tanpa tak mengetuk pintu kamar terlebih dahulu, langsung masuk bapaknya Roni ke kamar Roni.


“Braak”, kamar Roni dibuka oleh bapaknya dengan kasarnya, menandakan bahwa dia sedang benar-benar di puncak kemarahan. Ketika dia sudah masuk, belum sepatah kata terucap dari mulutnya, semuanya terdiam, baik bapaknya Roni, Maknya Roni, Roni sendiri, dan teman-temannya. Denyut jantung mereka semua berdegup dengan keras. Apa yang sedang dilihat Roni dan teman-temannya sungguh membuat membuat bapaknya Roni dan Maknya tak kuasa menahan diri. Sangat menjjikkan. Langsung jatuh pingsan Maknya Roni begitu melihat tontonan apa yang ada di layar komputer yang sedang ditonton oleh Roni dan teman-temannya.


Tanpa pikir panjang lagi, langsung dibanting komputernya Roni ke dinding kamar. Berhamburanlah abu dan puntung rokok yang ditaruh di samping komputer. Bertebaran pula puluhan kaset VCD bergambar wanita-wanita jalang. Berteriaklah bapak si Roni sambil mengutuk.

“Komputer setan, komputer laknat, komputer biadab”.

Semuanya masing diam dalam keheningan. Tak seorang di antara Roni dan teman- temannya yang berani mengucapkan sepatah kata. Bapaknya Roni hanya berdiri dengan napas terngah-engah dan memandang ke arah Roni dengan mata merah. Sedang sambil bingung, Roni kemudian hanya sanggup berkata,

“Pak…”.


Read more...

TOPENG MONYET

“Ris, menurutmu, apa yang harus bapak lakukan agar terpilih menjadi gubernur dalam pemilihan nanti” Tanya Pak Joko kepada asistem pribadi yang sangat dipercayainya, Aris. Sambil menikmati suasana kafe yang tenang, mereka berdiskusi tentang rencana untuk merebut kursi gubernur. Sebagai mantan aktifis mahasiswa dan lulusan Fakultas Ilmu Politik, Aris mampu memberikan nasihat-nasihat politis kepada bos nya, yang tidak lama lagi akan mencalonkan menjadi gubernur, karena telah mendapat restu dari DPP sebuah partai besar I Jakarta.

“Menurut saya, agar terpilih menjadi gubernur pada pemilu tahun depan, bapak harus merangkul semua pihak, terutama lembaga-lembaga yang mempunyai masa yang banyak, seperti pondok pesantren, lembaga sosial masyarakat. Kalau perlu bapak mengadakan berbagai acara yang dapat menghadirkan orang banyak, seperti pengajian, bagi-bagi sembako gratis, sunatan masal. Bapak harus bisa memberikan citra sebagai warga negara yang baik, nasionalis sosialis relijius, agar bapak bisa diterima oleh semua kelompok masyarakat dan juga semua agama” Jawab Aris memberi nasihat.

“Jadi pencitraan itu penting. Kalau naik haji gimana, Ris” Tanya Pak Joko meminta pendapat apabila dirinya naik haji.

“Wah, itu bagus sekali Pak. Apalagi nanti setelah naik haji, bapak selalu mencantumkan gelar haji tersebut di depan nama bapak, biar terkesan relijius Pak, karena sebagian besar warga yang akan memilih itu kan agamanya Islam. Kalau naik haji, nanti bikin pengajian besar-besaran dan diumumkan ke media-media, biar semua orang tahu bahwa bapak naik haji. Nanti kalau Hari Idul Fitri, bapak harus menyebarkan spanduk di berbagai tempat strategis, seperti pasar, atau pinggir jalan raya, yang bunyinya adalah mengucapkan selamat lebaran dan mohon maaf lahir batin, lengkap dengan gambar bapak yang mengenakan peci, bahkan kalau perlu mengenakan sajadah di pundak. Jangan lupa bapak juga memberikan hewan qurban kalau hari raya kurban” lanjut Aris member saran.

“Lantas apalagi Ris” Tanya Pak Joko. Sebenarnya Pak Joko hampir tidak tahu tentang ilmu pemerintahan maupun ilmu politik, tetapi karena kekayaannyalah dia bisa mendapatkan dukungan untuk maju sebagai calon gubernur. Kabarnya Pak Joko hanya lulus SD, tetapi dia selalu menambah embel-embel sarjana di belakang namanya, karena dia membeli gelar tersebut dari sebuah lembaga pendidikan swasta yang biasa menjual gelar.

“Bapak harus rajin sowan ke pondok-pondok pesantren dan ke kayi-kyai, terutama ke kyai-kyai yang sepuh, dan jangan lupa memberi bantuan untuk pembangunan pondok. Kalau bapak sering datang ke para kyai, terutama pas Idul Fitri, Maulid Nabi, dan Istighosah, pasti mereka akan segera bersimpati kepada bapak. Kalau bapak bisa mendapatkan dukungan dari para kyai, otomatis para santri dan masyarakat yang menjadi pengikut kyai tersebut akan memilih bapak dalam pemilu nanti. Jangan lupa nanti janji sama para kyai bahwa kalau terpilih, pondok-pondok meraka akan dibangun lebih besar lagi, agar pendidikan pesantren terus berkembang” lanjut Aris.

“Untuk meraih dukungan ibu-ibu bagaimana, Ris?” Tanya Pak Joko.

“Untuk ibu-ibu, bapak harus sering mengadakan acara bagi-bagi sembako gratis, terutama yang harganya mahal. Harga minyak goreng dan minyak tanah kan sedang mahal-mahalnya, bapak bisa manfaatkan momen ini untuk mendapatkan simpati mereka dulu, jangan lupa bapak nanti juga terjun ke lapangan, agar kelihatan lebih merakyat, kalau perlu bapak juga bagi-bagi duit juga. Jangan lupa janji kalau terpilih nanti, akan menurunkan harga minyak tanah, minyak goreng, beras, dan barang kebuTuhan pokok lainnya. Sekolah dasar sampai menengah juga akan digratiskan, sehingga mereka tidak perlu membayar SPP lagi. Ibu-ibu itu suka dengan kata-kata gratis dan murah lho pak.” kata Aris memberi saran pada bosnya.

“Untuk mencari dukungan anak-anak muda gimana Ris strateginya?” lanjut Pak Joko bertanya.

“Untuk anak-anak muda bikin saja acara hura-hura, yang membuat mereka senang, seperti dangdut, atau konser band-band terkenal dari Jakarta. Jangan lupa janji sama mereka, kalau bapak menang, bapak bakal lebih sering lagi mengundang penyanyi dangdut atau band terkenal untuk konser, dan semuanya gratis. Untuk anak-anak kampung, bapak buat saja perlombaan olahraga, seperti badminton, voli, atau sepak bola Joko Cup atau grasstrack, mereka pasti senang kalau ada acara rame-rame seperti itu, ditambah mengundang penyanyi dangut juga boleh, kalau perlu, kasih saja mereka minuman gratis, pasti tambah rame. Bapak senang, mereka juga senang.” kata Aris.

“Untuk bapak-bapak petani gimana Ris” Tanya Pak Joko.

“Wah, itu mudah Pak. Bapak janji saja sama mereka, nanti tidak ada impor pangan lagi, terutama beras dan kedelai. Kasih saja mereka bibit dan pupuk gratis. Bapak juga harus turun ke sawah, ikut menaman padi, dan nanti akan muncul di koran gambar-gambar yang sedang menaman padi di sawah, pasti akan sangat menguntungkan bapak. Bapak juga harus sering-sering turun ke desa-desa miskin, agar mereka mengenal bapak, tetapi jangan lupa, bawa bantuan untuk mereka, seperti semen, pasir, kalau perlu bikin gapura atau tugu peringatan di desa-desa, pasti mereka akan ingat terus sama bapak.

“Untuk para nelayan enaknya dikasih apa Ris?” Tanya lagi Pak Joko.

“Untuk nelayan, kasih saja mereka bantuan jaring sama perahu. Jangan lupa janjikan sama mereka, bahwa kalau terpilih nanti, bapak akan membangun tempat pelelangan ikan yang lebih baik dan memberi mereka subsidi bahan bakar untuk kapal mereka” jawab Aris.

“kalau orang miskin di perkotaan gimana Ris?” Tanya lagi Pak Joko.

“Kalau untuk di perkotaan, bapak perlu mendekati para pedagang kaki lima dan abang-abang becak. Janjikan saja sama mereka, kalau terpilih menjadi gubernur nanti, tidak bakal ada penggusuran PKL, bahkan aka diberi bantuan modal. Becak-becak juga boleh tetap beroperasi di kota. Kalau perlu bapak nanti memborong makanan milik pedagang makanan di pinggir jalan an makan bareng para tukang becak, agar menunjukkan bahwa bapak benar-benar peduli dengan mereka” terang Aris panjang lebar.


“Kalau buruh?” Tanya Pak Joko lebih lanjut.

“Kalau buruh, janjikan saja kepada mereka kenaikan upah minimum dan jAminan tidak ada pemutusan kerja, dan toh kalau itupun terjadi mereka akan tetap mendapatkan hak-haknya. Jangan lupa semua serikat kerja dihubungi, agar langkah bapak lebih mulus lagi. Jumlah buruh itu kan ratusan ribu, lebih praktisnya memang kalau kita melobi para pengurus serikat pekerjanya. Kalau hari buruh juga ikut demo lo Pak” Jawab Aris.

“Untuk mahasiswa dan pelajar bagaimana? Mereka kan kritis dan suka demo?” Tanya Pak Joko lagi.

“Ah, gampang Pak. Dulu saya kan juga aktifis, jadi tahu bagimana mereka. Memang banyak mahasiswa yang idealis, tapi yang oportunis juga banyak. Mereka juga banyak yang bisa dibayar supaya demo, tapi juga bisa dibayar supaya tidak demo. Mereka kebanyakan hanya pinter ngomong ngalor ngidul, tapi kuliah juga tidak becus, tidak lulus, bahkan nilainya pun sering NASAKOM. Jangan khawatir, kalau urusan mahasiswa, nantia biar saya yang mengatur, seluk beluknya saya paham” Jawab Aris dengan pasti.

“Wah, memang hebat kamu Ris. Tidak salah bapak memilih kamu jadi asisten pribadi, tapi nasakom itu apa Ris, kalau nasionalis, agama, dan komunis kan sudah tidak ada kan Ris?” kata Pak Joko memuji Aris.

“NASAKOM itu singkatan nasib satu koma, padahal kan mahasiswa nilainya paling tinggi cuma empat. Kalau nilai satu koma berarti ya bodoh” kata Aris menjelaskan kata tersebut.

“Kalau nanti terpilih dan tidak bisa mewujudkan semua janji-janji itu bagaimana Ris” Tanya Pak Joko.

“Jangan khawatir Pak, nanti biasanya mereka akan cepat lupa dengan janji-janji bapak. Katakana saja bahwa bapak juga manusia, mempunyai keterbatasan. Kalau yang tanpa dosa itu namanya malaikat. Masih untung bapak masih mau memberi janji, daripada mereka tidak dikasih apa-apa”Jawab Aris ambil bercanda. Pak Joko pun tersenyum riang mendengarnya.

“Kalau untuk menjaga kerukunan umat beragama bagaimana ris” tanyabPak Joko lagi.

“Kalau itu, bapak harus merangkul semua tokoh agama yang ada. Kasih mereka bantuan materi kalau ada perayaan hari besar agama. Ya, kalau Idul Fitri ya mengucapkan selamat Idul Fitri, kalau Natal ya mengucapkan selamat Natal. Agama yang lain juga diberi ucapan selamat. Kalau diundang perayaan hari besar, datang saja, nanti ikut berdoa bersama. Pasti semua tokoh agama akan mendukung bapak. Jangan lupa nanti ke mana pun memakai peci” Jawab Aris dengan mantap.

“Sekarang, langkah pertama yang harus bapak lakukan agar semua rencana tadi berjalan lancar apa Ris” Tanya Pak Joko.

“Menurut saya, langkah pertama yang harus bapak lakukan adalah masuk Islam dulu, agar KTP nya Islam, kemudian menambah nama depan bapak dengan Muhammad. Biar kelihatan Islami” Jawab Aris dengan yakin.

“Kalau begitu, antar saya, Ris, kita cari kyai, nanti saya masuk Islamnya minggu depan saja, pokoknya harus di depan kyai yang terkenal saja, sekalian kamu undang wartawan daerah dan nasional, kalau perlu stasiun televisi juga ya. Biar rame, kamu bikin spanduk dan pengumuman ke lokasi-lokasi strategis, jadi semua orang tahu kalau saya masuk Islam.” perintah Pak Joko.

“Baik Pak, nanti jangan lupa kita bikin pengajian dengan kyai yang pinter bikin orang ketawa, sekalian undang juga grup rebana yang terkenal malam harinya Pak” Jawab ari. “apa itu rebana” Tanya pak Joko heran, karena dia belum pernah mendengar kata tersebut.

“Rebana itu semacam grup musik Islam, nanti mereka pentas di panggung, seperti konser, tetapi orang-orang yang melihatnya tidak boleh joget. Alat musiknya cuma rebana, semacam gendang, tapi lebih pendek” terang Aris.

“Jadi di Islam ada konser juga to. Ehm, Memangnya ada kyai yang pinter bikin orang ketawa, kok kayak pelawak saja ya Ris” Tanya Pak Joko lagi.

“Wah, sekarang itu yang laku ya kyai yang seperti itu, kyai yang bisa bikin orang ketawa sehingga pengajiannya jadi rame. Jadi mereka itu kyai ya juga pelawak. Kalau kyai yang ngajak orang ibadah dan menjalankan syariat Islam malah kurang laku” kata Aris.

“Oh, jadi orang Islam itu suka pengajian yang rame dan lucu ya Ris. Oo iya, untuk cari dukungan lembah hitam langgananmu itu bagaimana Ris” Tanya Pak Joko sambil berjalan keluar.

“Ah Bapak, langganan saya kan langganan Bapak juga. Bilang saja sama germo mereka, kalau mereka memilih bapak, nanti bapak bakal lebih sering lagi silaturahim ke tempat mereka, tidak sendirian lagi, tapi rame-rame sama yang lain juga. Lokalisasinya aman, tidak bakal ditutup” Jawab Aris sambil tersenyum sambil mengikuti bos nya keluar dari kafe setelah membayar anggur yang mereka minum.

“Ya sudah, apa sekarang mampir dulu ke sana. Tenang, saya yang nraktir” kata Pak Joko.

“Makasih Pak, tapi kata dokter, saya tidak boleh jajan dulu, belum sembuh” jawab Aris.


Read more...

TURUN HAJI

Tahun ini, Pak Haji Sodrun akan menunaikan ibadah haji lagi. Sebenarnya ini bukan berita baru di dukuh karangrejo, karena Pak Haji Sodrun sebenarnya sudah menunaikan empat kali naik haji secara berturu-turut, sehingga sekarang adalah ibadah haji yang ke lima kalinya. Pak Haji Sodrun adalah salah satu orang terkaya di Desa Karangrejo, sebuah desa yang sebenarnya subur, tetapi sebagian besar warganya hidup dengan menjadi buruh yang miskin, karena mereka harus menanam apa yang tidak mereka miliki, dan memanen apa yang tidak bakal mereka nikmati.

Tanah yang luas puluhan hektar di Desa Karangrejo hanya dimiliki oleh segelintir orang saja, dan salah satunya adalah Pak Haji Sodrun. Semua orang takut dengan Pak Haji Sodrun. Luas tanah Pak Haji Sodrun sama luasnya dengan tanah bengkok desa. Seandainya Pak Haji Sodrun menjadi kepala desa, Maka Pak Haji Sodrun akan mendapat tanah bengkok desa yang luasnya berhektar-hektar dan otomatis menjadi tuan tanah dengan lahan terluas di desa itu.


Sebenarnya Pak Haji Sodrun bukanlah orang yang taat beribadah. Sholat jamaah di masjid pun jarang kelihatan, paling datang ke masjid kalau Sholat Jumat dan Id saja datang ke masjid. Kalau ada hajatan atau syukuran di rumah warga, Haji Sodrun selalu menolak untuk membaca doa, apalagi untuk mengisi Khutbah Jumat atau Sholat Id, jelas Pak Haji Sodrun akan menolaknya mentah-mentah.

Pernah suatu ketika, pada suatu jamuan syukuran kelahiran anak salah satu warga Desa Karangrejo, Pak Mujib yang biasanya membaca doa dengan fasih tiba-tiba pulang karena dijemput istrinya karena ada tamu yang datang dan sedang menunggu di rumah. Pembawa acara pun tiba-tiba meminta Pak Haji Sodrun untuk membaca doa penutup.

“Pak Haji Sodrun, mohon maaf Pak, karena Pak Mujib tiba-tiba pulang ada tamu, saya minta kepada Pak Haji Sodrun untuk membacakan doa penutup” pinta pembaca acara kepada Pak Haji Sodrun.

Karena diminta di depan umum, Pak Haji Sodrun pun gengsi dan sungkan untuk menolak, karena Pak Lurah dan Pak Carik juga hadir. Sebenarnya Pak Haji Sodrun bingung mau membaca doa apa, tiba-tiba dia teringat samar-samar suatu doa yang pernah dingatnya sewaktu kecil selalu didengarnya ketika Makan bersama teman-temannya dahulu. Maka dia pun mulai membaca doa tersebut.

“Allahuuma bariklana fiima…, allahuuma fiima…”Pak Haji Sodrun pun tidak tahu terusan doa itu dan kemudian bergumam membaca sesuatu yang tidak jelas, tetapi yang jelas bukan terusan dari doa itu. Serentak para hadirin pun saling memandang satu sama lain dengan tersenyum-senyum, bahkan ada yang tertawa cekikikan, bahkan Sarwan, salah seorang hadirin tertawa dengan keras, karena mendengar doa makan yang harusnya doa penutup acara yang dibaca dengan tidak lancar, bahkan jelas bahwa ternyata Pak Haji Sodrun tidak hapal doa tersebut. Dengan wajah memerah, Pak Haji Sodrun ijin ke belakang. Pak Haji Sodrun kemudian langsung pulang lewat jalan belakang rumah tanpa sepatah kata pun ketika disapa oleh pemilik rumah.

Esok harinya, Sarwan, orang yang tertawa dengan keras tiba-tiba dipecat tanpa alasan yang jelas oleh Pak Jawal, majikannya, yang masih saudara Pak Haji Sodrun. Sejak hari itu, semua orang semakin takut membicarakan kejadian yang menimpa Pak Haji Sodrun tersebut di depan umum, terlebih bagi warga yang bekerja padanya.


Pada tahun ini, untuk merayakan keberangkatan ke tanah suci yang ke lima, Pak Haji Sodrun akan menyembelih seekor sapi dan dua ekor kambing untuk hidangan pada pengajian besar-besaran yang diadakannya dan mengundang semua warga desa; acara pengajian tersebut digelar tiga hari sebelum keberangkatannya ke Embarkasi Haji Donohudan Boyolali. Bahkan, hampir setiap malam rumah Pak Haji Sodrun ramai dikunjungi oleh tokoh masyarakat dan rekan-rekan bisnisnya sekedar untuk berbincang. Setiap hari pelayan di rumah Pak Haji Sodrun menyembelih paling tidak dua ekor ayam kampung untuk hidangan tamu-tamu istimewa majikannya.

Setiap tahun menunaikan haji, Pak Haji Sodrun selalu mengadakan pengajian besar-besaran. Bahkan pada tahun lalu Pak Haji Sodrun mengundang seorang da’i terkenal dari Kota Solo untuk mengisi acara pengajian. Belum cukup dengan pengajian, Pak Haji Sodrun juga mengundang sebuah grup rebana yang terkenal untuk tampil menghibur masyarakat dan membuat panggung yang meriah.

Bahkan sepulang dari naik haji pun acara makan-makan di rumah Pak Haji Sodrun juga dilakukan selama tujuh hari. Siapapun boleh datang ke rumah Pak Haji Sodrun dan Makan sepuasnya karena hidangan selalu datang jika yang disajikan sudah habis. Tetapi tidak semua masyarakat berani datang ke rumah Pak Haji Sodrun. Hanya mereka yang akrab dan merasa punya hubungan baik sajalah yang datang ke rumah Haji Sodrun. Sedang masyarakat yang miskin, yang merasa tidak memilki Pakaian yang layak untuk bertamu ke rumah Pak Haji Sodrun dan juga merasa tidak pantas duduk di ruang tamu Pak haji yang lampunya saja dari luar negeri, tidak ada yang berani datang.

Dulu pernah ada salah seorang buruhnya yang datang berkunjung ke rumah Pak Haji Sodrun sepulang dari naik haji. Tetapi pada saat yang sama Pak Camat juga datang berkunjung. Ketika Pak camat sedang berbincang dengan Pak Haji Sodrun, tiba-tiba Rozaq, salah satu buruhnya datang ke rumah dengan mengucapkan salam. Pada saat itu Rozaq mengenakan pakaian terbaik milikinya, tetapi saja harganya tidak lebih dari harga peci Pak Haji Sodrun. Ketika melihat siapa yang datang, Pak Haji Sodrun pun langsung bermuka masam, bahkan bersalaman dengannya saja tidak sudi.

Betapa malunya Rozaq kepada orang-orang saat itu karena Pak Haji Sodrun jangankan mengajak bicara, bersalaman saja enggan. Sebenarnya Pak Haji Sodrun merasa malu kepada Pak Camat karena kedatangan tamu buruhnya yang datang dengan baju yang terlalu sederhana dan murah. Esok harinya, Rozaq langsung di pecat dari pekerjaanya sebagai buruh di kebun Pak Haji Sodrun. Sejak saat itu, para warga yang merasa tidak setingkat dengan Pak Haji Sodrun, apalagi yang hanya bekerja sebagai buruhnya, tidak ada yang berani datang berkunjung ke rumah Pak Haji Sodrun, baik sebelum maupun sepulang dari tanah suci.

Konon, untuk setiap kali naik haji, biaya yang dikeluarkan oleh Pak Haji Sodrun untuk menyelenggarakan acara pengajian dan menjamu para tamu di rumahnya setara dengan ongkos naik haji itu sendiri. Kekayaan Pak Haji Sodrun memang luar biasa. Setiap tahun luas sawahnya semakin bertambah, bahkan juga mempunyai sawah di luar kampung juga. Pada tahun ini saja jumlah truknya bertambah satu, menjadi delapan. Apabila Pak Haji Sodrun menjadi kepala desa, maka akan menjadi orang yang memiliki sawah paling luas di Desa Karangrejo.


Sebenarnya Pak Haji Sodrun juga mempunyai banyak kebiasaan yang disembuyikan dari khalayak ramai, seperti bermain kartu, meski tidak selalu menggunakan uang sebagai taruhan. Pak Haji Sodrun enggan untuk bermain kartu dengan sembarang orang dan di sembarang tempat, karena bagimanapun dia adalah seorang haji, dan juga berambisi untuk menjadi orang nomor satu di desanya, sehingga menjaga namanya di depan umum agar tidak jatuh adalah sangat penting.

Biasanya Pak Haji Sodrun bermain di rumah teman-teman bisnis yang sudah sedemikian akrab dengannya. Acara bermain pun sering diselingi dengan minum-minum, meski hanya bir atau anggur, tetapi hanya sekali-dua kali mencoba Whisky, itupun hanya beberapa satu atau dua gelas kecil, jadi tidak sampai mabuk berat.

Suatu hari, pernah ketika pulang dengan naik motor dari rumah salah seorang teman bisnisnya pada waktu sholat jumat dan begitu sampai di depan masjid dan turun dari motornya, tiba-tiba Pak Haji Sodrun masjid tersandung batu dan jatuhlah peci hitamnya. Semua jamaah yang melihat kejadian itu cuma tertegun dan tidak tahu harus bilang apa ketika menyaksikan kartu jatuh berhamburan dari pecinya yang terjatuh. Sejak saat itu masyarakat umum tahu bahwa Pak Haji Sodrun ternyata juga gemar bermain kartu.

Pak Haji Sodrun juga terkenal pelit, termasuk kepada para buruhnya yang bekerja kepadanya. Sering dia tidak mau menolong mereka ketika kesusahan, bahkan kalaupun mau, itu sebenarnya memanfaatkan mereka. Pernah seorang buruhnya datang minta, hendak meminjam uang karena uang SPP anaknya belum dibayarnya, tetapi sungguh jawabannya menyayat hati.

“Apa, pinjam uang tiga ratus ribu. Buat apa kamu pinjam uang sebanyak itu” Jawab Pak Haji Sodrun kasar ketika suatu hari Tarmi, salah satu buruhnya.

“Buat daftar ulang masuk SMP anak saya, Pak Haji, karena tahun ini si Rudi, anak pertama saya mau masuk SMP, sedang saya tidak mempunyai uang buat membayar daftar ulang” Jawab Tarmi ketika penuh harap dapat meminjam uang buat keperluan anaknya yang hendak masuk SMP.

“Itu kan sama dengan bayaranmu kerja di sini selama sebulan. Lalu kanu mau bayar mau Pake apa. Potong gaji. Kalau potong gaji, bulan depan kamu mau Makan apa. Kalau kamu kelaparan kan malah menyusahkan orang nanti, terus orang-orang bakal bilang apa nanti tentang aku. Jangan-jangan mereka bilang Pak Haji Sodrun zhalim, gaji buruhnya saja tidak dibayar-bayar sampai kelaparan. Kalau kamu sakit, terus tidak punya uang, nanti hutang lagi ke sini, hah. Kapan lunasnya kalau begitu. Tidak usahlah kamu repot-repot menyekolahkan anak. Aku yang Cuma lulus SD saja bisa kaya. Suruh saja anakmu bekerja di sini, nanti dia tak gaji setengah dari gajimu. Dia kan masih kecil. Lumayan, bisa menambah penghasilan keluargamu. Kalo kamu menyekolahkan anakmu, bisa-bisa kamu tidak bisa makan karena gajimu habis untuk bayaran sekolah anakmu” Jawab Pak Haji Sodrun.


Ketika datang Amin, salah seorang buruhnya untuk meminjam beberapa liter beras karena beras di rumahnya sudah habis untuk selamatan menyambut kelahiran anak pertamanya, justru hal tersebut dimanfaatkan oleh Pak Haji Sodrun.

“Berapa liter beras kamu mau meminjam beras.”Tanya Pak Haji Sodrun.

“Sepuluh liter saja Pak, soalnya kemarin beras saya sudah habis buat selamatan anak saya” Jawab Amin.

“Tidak 30 liter saja sekalian. Kan tanggung, biar nanti kamu tidak perlu ke sini untuk buat meminjam lagi kalau habis. Nanti kamu kamu membayarnya potong gaji” bujuk Pak Haji Sodrun sambil membayangkan sesuatu penuh arti.

“Oh, terima kasih banyak Pak. Baik paik, kalo begitu 30 liter saya pinjam, biar nanti tidak perlu ke sini lagi kalo kehabisan” Jawab Amin dengan senang. Dia pun berterima kasih banyak kepada Pak Haji Sodrun karena tidak mengetahui apa yang bakan menimpanya.

Ketika akhir bulan hendak mengambil gaji, Amin kaget luar biasa, karena gajinya dipotong banyak sekali, padahal hutangnya cuma 30 liter, tetapi gajinya di potong 150 ribu. Ketika mengadu kepada Pak Haji Sodrun, justru Amin dibodohi dengan Jawaban Pak Haji Sodrun.

“Pak Haji, kenapa gaji saya dipotong 150 ribu, padahal kan hutang saya cuma 30 liter beras” keluh Amin pada juragannya itu.

“Bukan 30 liter kamu hutang, tetapi 30 kilo. Harga sekilo beras sekarang lima ribu, jadi totalnya 150 ribu kan” Jawab Pak haji. Memang Pak Haji cerdik dan licik kalau sudah berbicara tentang uang, meski hanya beberapa ribu rupiah saja Para buruhnya hampir setiap bulan mendapat potongan gaji, entah cuma beberapa ribu rupiah per orangnya, dengan alasan yang mengada-ada, seperti sebagai biaya kesehatan bila ada buruh lain yang sakit.

“Tapi satu liter kan tidak sama dengan dengan satu kilo Pak Haji” Jawab Amin.

“Coba timbang saja, pasti sama. Karena seliter itu sama dengan berat sekilo.” Kilah Pak Haji.

Amin pun sadar bahwa dia sudah dijebak oleh Pak Haji Sodrun tubuhnya lemas, karena gajinya harus dipotong setengah. Artinya, sisa gajinya tidak akan cukup untuk makan sebulan, padahal bayinya juga membutuhkan susu. Kalau dia meminjam lagi ke Haji Sodrun, dia tidak pernah mampu membayarnya kembali, padahal kalau dia juga tidak mungkin meminjam uang ke tetangganya yang juga kebanyakan sama-sama buruhnya Pak Haji Sodrun.

Memang Pak Haji Sodrun orang pelitnya minta ampun sama orang miskin, padahal kalau dengan keluarganya yang memang sudah kaya, dia sering memberi mereka barang-barang berharga. Sebulan yang lalu, ketika keponakannya, agus, yang bekerja di bank menikah, dia membelikannya motor baru, padahal baik keponakannya maupun istrinya itu sudah memiliki sepeda motor. Dunia memang aneh, yange sudah kaya menjadi seMakin kaya, sedang yang miskin, Makan saja susah.

Anehnya lagi, beberapa bayi di Desa Karangrejo mengalami busung lapar dan anak-anaknya banyak yang sekolah sampai bangku SD. Bahkan sudah seorang bayi yang meninggal karena kurang gizi. Bahkan belum lama ini Mbok Sarinah yang letak rumahnya tidak jauh dari rumah Pak Haji Sodrun meninggal dunia setelah sakit panas selama beberapa hari di rumahnya karena keluarganya tidak punya cukup uang untuk membawanya berobat ke rumah sakit. Pihak Puskesmas sudah memberi surat rujukan untuk berobat ke rumah sakit di kota kabupaten karena tidak mampu menangani. Tetapi Mbok Sarinah dibawa pulang dan tidak pernah dibawa ke rumah sakit sampai akhirnya meninggal dunia.


Bulan depaan akan dilakukan pemilihan Kepala Desa Karangrejo yang baru karena Pak Imron, kepala desa yang lama akan segera pensiun. Pak Haji Sodrun akan mencalonkan diri. Bahkan sudah mulai menyusun rencana kampanye dengan melibatkan para pemuda. Pak Haji Sodrun rencana akan menggelar bermacam acara untuk menarik minat warga agar memilihnya, seperti akan mengadakan acara pengajian, sunatan masal, bahkan juga menggelar dangdut dan wayang kulit dengan mengundang penyanyi dangdut dan dalang terkenal dari Kota Solo.

Setiap malam di rumah Pak Haji Sodrun juga diselenggarakan acara makan-makan. Selain menyenangkan para warga dengan beragam acara pertunjukan, Pak Haji Sodrun lewat juru kampanyenya juga menebarkan ancaman.

“Kalau saya tidak terpilih menjadi Kepala Desa Karangrejo ini, pokoknya bakar saja rumah kepala desa yang baru” kata Pak Haji Sodrun kepada anak buahnya.

Bahkan bagi orang yang bekerja sebagai buruh pak haji tidak memilihnya dalam pemilu nanti, akan dipecat dari pekerjaannya sebagai buruh. Sebenarnya tak seorang pun warga yang ingin memilih Pak Haji Sodrun seperti beberapa tahun lalu ketika masih dipanggil dengan namanya saja, Sodrun, tetapi sekarang tak seorang pun yang berani untuk tidak memilihnya.


Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP