Tak Gendong: sebuah tinjauan semiotik

>> Selasa, 29 September 2009


Lagu “Tak Gendong” karya Mbah Surip merupakan lagu yang fenomenal karena telah menggoncangkan masyarakat Indonesia. Mulai dari anak-anak hingga orang-orang dewasa dengan mudah menghapalnya syair lagunya. Padahal, kalau diperhatikan lebih lanjut, dalam lagu tersebut, digunakan tiga bahasa sekaligus yang digunakan, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jawa. Perpaduan tiga bahasa dalam satu lirik merupakan keunikan tersendiri, terlebih dengan kesederhanaan liriknya.

Tulisan ini khusus akan membahas kata tak gendong itu sendiri yang merupakan Bahasa Jawa dengan tinjauan semiotik, karena semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia (http://id.wikipedia.org/).

Dalam lagu tersebut, kata tak gendong memiliki dua makna, tergantung pada konteksnya. Makna pertama, kata tak gendong bermakna “digendong oleh aku” atau “kugendong” atau bermakna positif-pasif. Kata tak dalam Bahasa Jawa bukanlah kata yang bersifat menegasikan sebagaimana dalam bahasa Indonesia, tetapi justru menguatkan atau memberikan penekanan sekaligus semakin menunjukkan subjek “aku” sebagai pelaku. Makna kedua makna penawaran, “maukakah kamu kugendong?” Untuk mengetahui kapan kata tak gendong bermakna penawaran, harus diketahui terlebih dahulu tekanan suara yang digunakan pada saat melafalkannya, karena perbedaan tekanan suara juga menyebabkan perbedaan makna. pada level tekanan suara yang sama dengan tak gendong yang bersifat penawaran juga dapat bermakna pertanyaan apakah mau digendong, tergantung dari konteks kalimatnya. Pada level tekanan yang lebih kuat dan kaku, kata tak gendong sudah tidak bermakna penawaran lagi, tetapi kata perintah agar mau digendong.

Dunia tidak hanya dalam bentuk nyata, melainkan juga dunia intrapersonal melalui artikulasi yang jelas (Mulyana, 2007: 125). Penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain belum sesuai harapan. Makna sering diterjemahkan secara berbeda dengan niat penyampai oleh pembaca. Oleh karena itu, suatu pesan atau kalimat harus diartikulasikan secara jelas agar makna yang diharapkan sampai bisa sampai ke sasaran dengan tepat.



Misbakhul Munir S.Pd

Guru SD Al Azhar Syifa Budi Solo



Lagu “Tak Gendong” karya Mbah Surip merupakan lagu yang fenomenal karena telah menggoncangkan masyarakat Indonesia. Mulai dari anak-anak hingga orang-orang dewasa dengan mudah menghapalnya syair lagunya. Padahal, kalau diperhatikan lebih lanjut, dalam lagu tersebut, digunakan tiga bahasa sekaligus yang digunakan, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jawa. Perpaduan tiga bahasa dalam satu lirik merupakan keunikan tersendiri, terlebih dengan kesederhanaan liriknya.

Tulisan ini khusus akan membahas kata tak gendong itu sendiri yang merupakan Bahasa Jawa dengan tinjauan semiotik, karena semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia (http://id.wikipedia.org/).

Dalam lagu tersebut, kata tak gendong memiliki dua makna, tergantung pada konteksnya. Makna pertama, kata tak gendong bermakna “digendong oleh aku” atau “kugendong” atau bermakna positif-pasif. Kata tak dalam Bahasa Jawa bukanlah kata yang bersifat menegasikan sebagaimana dalam bahasa Indonesia, tetapi justru menguatkan atau memberikan penekanan sekaligus semakin menunjukkan subjek “aku” sebagai pelaku. Makna kedua makna penawaran, “maukakah kamu kugendong?” Untuk mengetahui kapan kata tak gendong bermakna penawaran, harus diketahui terlebih dahulu tekanan suara yang digunakan pada saat melafalkannya, karena perbedaan tekanan suara juga menyebabkan perbedaan makna. pada level tekanan suara yang sama dengan tak gendong yang bersifat penawaran juga dapat bermakna pertanyaan apakah mau digendong, tergantung dari konteks kalimatnya. Pada level tekanan yang lebih kuat dan kaku, kata tak gendong sudah tidak bermakna penawaran lagi, tetapi kata perintah agar mau digendong.

Dunia tidak hanya dalam bentuk nyata, melainkan juga dunia intrapersonal melalui artikulasi yang jelas (Mulyana, 2007: 125). Penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain belum sesuai harapan. Makna sering diterjemahkan secara berbeda dengan niat penyampai oleh pembaca. Oleh karena itu, suatu pesan atau kalimat harus diartikulasikan secara jelas agar makna yang diharapkan sampai bisa sampai ke sasaran dengan tepat.



Misbakhul Munir S.Pd

Guru SD Al Azhar Syifa Budi Solo


0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP