MISUH: WUJUD EKSPRESI DALAM BERBAHASA

>> Selasa, 29 September 2009

Misuh atau umpatan Bahasa Jawa merupakan salah satu cara untuk menunjukkan perasaan atau ekspresi seseorang . misuh atau umpatan merupakan kalimat yang berisi kecaman atau ungkapan kekesalan yanag biasanya berupa kalimat yang tidak sopan.

Seseorang yanag berbahasa ibu Bahasa Jawa akan sangat nyaman dan merasa puas apabila mengumpat dengan menggunakana bahasa jawa, meskipun mahir berbahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang tidak mengenal kelas sosial bagi penggunanya; hanya mengenal ragam resmi atau baku dan ragam tidak baku, dan cenderung bersifat setara dalam penggunaannya, sehingga sulit untuk membuat orang lain tersinggung. Hal ini berbeda jauh dengan Bahasa Jawa yang di dalamnya terdapat penjenjangan penggunaan bahasa. Level terendah dalam bahasa jawa adalah Bahasa Ngoko yang merupakan ragam Bahasa Jawa pasaran dan penggunanya sering dianggap kurang memiliki sopan santun. Meskipun Bahasa Jawa Ngoko sering diasumsikan dengan ketidaksopanan, tetapi Bahasa Ngoko merupakan bahasa yang ekspresif untuk menyatakan pendapat karena tidak dibatasi dengan aturan-aturan penggunaa Bahasa Jawa Kromo (Bahasa Jawa kelas tinggi) yang cenderung kaku dan tidak menunjukkan keakraban dan kebebasan berpendapat.

Salah satu tujuan misuh atau mengumpat adalah untuk membalas sakit hati seseorang. Oleh karena itu, menggunakan Bahasa Ngoko yang paling kasar merupakan sarana yang efektif untuk membuat orang lain merasa tersinggung atau sakit hati. Menyebut seseorang dengan nama hewan dengan bahasa Jawa ngoko merupakan salah satu umpatan yang paling lazim digunakan oleh orang Jawa. Nama “Celeng” (Babi Hutan) dan “Asu” (Anjing) merupakan dua binatang paling sering menjadi bahan umpatan. Orang jawa merasa sangat tersinggung apabila diumpat dengan kedua binatang tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa nama binatang lain yang juga bias digunakan sebagai bahan umpatan, seperti “Wedus” (Kambing), “Kethek” (Monyet), “Boyo” (Buaya), “Kebo” (Kerbau), akan tetapi efek yang ditimbulakn berbeda dengan umpatan dengan dua bianatang di atas. Semua nama binatang tersebut efektif sebagai umpatan apabila diutarakan dengan Bahasa Jawa Ngoko, sedang apabila diungkapkan dengan Bahasa Kromo, maksud dan tujuan umpatannya menjadi hilang sehingga tujuan untuk membuat orang lain tersinggung atau marah tidak berhasil sama sekali, malah sebaliknya, akan dianggap sebagai canda.

Berbagai daerah di Jawa biasanya juga mempunyai umpatan yang berbeda-beda selain yang sudah di sebutkan di atas, sehingga kata yang dianggap sebagai umpatan di suatu daerah bias jadi tidak diangap sebagai umpatan di daerah lain. Selain itu, umpatan dengan bahasa jawa belum tentu efektif digunakan terhadap orang non-Jawa meskipun memahami Bahasa Jawa.


Misbakhul Munir S.Pd

Guru Sd Al Azhar Syifa Budi Solo

Misuh atau umpatan Bahasa Jawa merupakan salah satu cara untuk menunjukkan perasaan atau ekspresi seseorang . misuh atau umpatan merupakan kalimat yang berisi kecaman atau ungkapan kekesalan yanag biasanya berupa kalimat yang tidak sopan.

Seseorang yanag berbahasa ibu Bahasa Jawa akan sangat nyaman dan merasa puas apabila mengumpat dengan menggunakana bahasa jawa, meskipun mahir berbahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang tidak mengenal kelas sosial bagi penggunanya; hanya mengenal ragam resmi atau baku dan ragam tidak baku, dan cenderung bersifat setara dalam penggunaannya, sehingga sulit untuk membuat orang lain tersinggung. Hal ini berbeda jauh dengan Bahasa Jawa yang di dalamnya terdapat penjenjangan penggunaan bahasa. Level terendah dalam bahasa jawa adalah Bahasa Ngoko yang merupakan ragam Bahasa Jawa pasaran dan penggunanya sering dianggap kurang memiliki sopan santun. Meskipun Bahasa Jawa Ngoko sering diasumsikan dengan ketidaksopanan, tetapi Bahasa Ngoko merupakan bahasa yang ekspresif untuk menyatakan pendapat karena tidak dibatasi dengan aturan-aturan penggunaa Bahasa Jawa Kromo (Bahasa Jawa kelas tinggi) yang cenderung kaku dan tidak menunjukkan keakraban dan kebebasan berpendapat.

Salah satu tujuan misuh atau mengumpat adalah untuk membalas sakit hati seseorang. Oleh karena itu, menggunakan Bahasa Ngoko yang paling kasar merupakan sarana yang efektif untuk membuat orang lain merasa tersinggung atau sakit hati. Menyebut seseorang dengan nama hewan dengan bahasa Jawa ngoko merupakan salah satu umpatan yang paling lazim digunakan oleh orang Jawa. Nama “Celeng” (Babi Hutan) dan “Asu” (Anjing) merupakan dua binatang paling sering menjadi bahan umpatan. Orang jawa merasa sangat tersinggung apabila diumpat dengan kedua binatang tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa nama binatang lain yang juga bias digunakan sebagai bahan umpatan, seperti “Wedus” (Kambing), “Kethek” (Monyet), “Boyo” (Buaya), “Kebo” (Kerbau), akan tetapi efek yang ditimbulakn berbeda dengan umpatan dengan dua bianatang di atas. Semua nama binatang tersebut efektif sebagai umpatan apabila diutarakan dengan Bahasa Jawa Ngoko, sedang apabila diungkapkan dengan Bahasa Kromo, maksud dan tujuan umpatannya menjadi hilang sehingga tujuan untuk membuat orang lain tersinggung atau marah tidak berhasil sama sekali, malah sebaliknya, akan dianggap sebagai canda.

Berbagai daerah di Jawa biasanya juga mempunyai umpatan yang berbeda-beda selain yang sudah di sebutkan di atas, sehingga kata yang dianggap sebagai umpatan di suatu daerah bias jadi tidak diangap sebagai umpatan di daerah lain. Selain itu, umpatan dengan bahasa jawa belum tentu efektif digunakan terhadap orang non-Jawa meskipun memahami Bahasa Jawa.


Misbakhul Munir S.Pd

Guru Sd Al Azhar Syifa Budi Solo

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP