JAM TANGAN AJAIB

>> Selasa, 29 September 2009

Kang Karjo memukul-mukul jam tangannya. Sepertinya jam tangannya tidak cocok. Ketika melihat jam dinding di mushola tadi, dia melihat ada selisih 12 menit, jam tangannya menunjukkan jam 12.10, tetapi jam dinding di mushola tempat dia biasa soal jamaah menunjuk pukul 12.22.

“Wah, gawat nih, kayaknya perlu ke reparasi untuk betulin jam. Besok ke pasar lah, cari tukang reparasi jam”, pikir Kang Karjo. Kang Karjo pun lantas mencocokkan kembali jam tangannya sesuai jam yang menempel di mushola.

Esok harinya, waktu subuh hari, jam tangannya semakin bertambah selisihnya dengan jam dinding yang ada di Mushola Al Ihsan yang terletak tak seberapa jauh dari rumahnya, cuma berselang 3 rumah saja. Jam dinding mushola menunjukkan jam 04.32. tetapi jam tangannya kembali menunjukkan pukul 04.28.

“Selisih enam menit lagi nih. Kok aneh, padahal kemarin suah tak cocokin”, bingung Kang Karjo memikirkan jam tangannya.

Akhirnya Kang Karjo memutuskan akan ke pasar mencari tukang reparasi jam tangan untuk membetulkan jam tangannya, sekalian jalan-jalan melihat-lihat pasar karena sudah lama tidak ke Pasar Pagi. Kang Karjo pun pulang selepas sembahyang subuh ke rumah buat mengganti sarungnya dengan celana panjang. Kang Karjo lantas mengeluarkan sepeda onthelnya buat pergi ke pasar pagi. Hari itu meruPakan hari pasaran, sehingga pasar akan ramai dikunjungi masyarakat yang hendak berbelanja kebuTuhan sehari-hari.

Tak berapa lama setelah mengayuh sepeda onthel kesayangannya, Kang Karjo sampai juga di pasar pagi. Setelah mencari tempat parkir buat sepedanya, Kang Karjo bergegas beranjak pergi mencari tukang reparasi jam. Pasar sudah semakin ramai sekarang. Dia ingat ketika masih kecil sering diajak maknya berbelanja ke pasar, jumlah pedagang yang berjualan mungkin masih hanya puluhan saja, itu mereka berjalan di pinggir jalan, karena jumlah bangunan toko dan kios saat itu tidak lebih dari sepuluh buah saja. Sekarang jumlahnya telah bertambah berlipat ganda. Ratusan kios yang berjajar selalu sesak dipenuhi pengunjung setiap pagi, padahal dulu pasar pagi ini hanya ramai pada hari pasaran Kliwon yang datang lima hari sekali saja.

Begitu sampai di sebuah kios reparasi jam, Kang Karjo melepas jam tangannya dan menyerahkannya kepada seorang tukang reparasi yang sudah uzur dan berkacamata tebal. Diberitahukannya perihal jam tangannya yang sudah mulai melambat gerak jarumnya sehingga tidak cocok lagi dengan jam yang lain.

“Wah, jam tangan ini sepertinya sudah berumur ya”, tukas tukang reparasi jam pada Kang Karjo.

“Ya begitulah Pak, jam warisan suwargi bapak”, Jawab Kang Karjo.

“Sebenarnya sih lebih baik beli yang baru saja. Kalo jam seperti ini yang pantas kalo tidak cocok lagi waktunya. Beli saja jam yang baru, murah, ini ada yang harganya Rp.20.000. atau ini, lebih bagus lagi, harganya Rp.60.000. Kalo jam ini sih, paling nanti lekas rusak lagi” ujar bapak tukang reparasi pada Kang Karjo.

“Wah masih sayang sama jam itu, peninggalan bapak saya dulu” Jawab Kang Karjo. Memang jam tersebut merupakan wArisan bapaknya, dia sayang buat menggantinya dengan jam tangan baru, apalagi yang modelnya baru, dia suka dengan jam tangan kuno seperti peninggalan bapaknya.

“Ya baiklah, tak usahakan”, bapak tukang reparasi jam pun mulai mengutak-utik jam tangan Kang Karjo. Tak berapa lama, sekitar 15 menit berselang selesai sudah jam tangan tadi diperbaiki. Bapak tukang reparasi pul melihat ke jam tangannya, dan kemudian mencocokkan jam tangan Kang Karjo dengan jam tangannya. Jam tangan pun diserahkan kembali kepada Kang Karjo.

“Berapa Pak”, Tanya Kang Karjo.

“Sepuluh ribu”.

“Terima kasih Pak, permisi, Assalamualaikum”.

Kang Karjo pun lekas pulang ke rumahnya dengan naik sepeda onthelnya dengan tergesan. Di lihatnya jam menunjuk pukul 7 pagi. Biasanya jam segitu dia sudah berangkat ke sawah dan Nanang, anaknya yang duduk di bangku kelas 5 SD sudah berangkat ke sekolah.

Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah dan melintasi Mushola Al Ihsan, dilihatanya jam tangannya dan jam dinding di mushola. Terdapat selisih sekitar tiga menit. Jam tangannya menunjuk jam 07.20. Sedang jam dinding mushola menunjuk jam 07.23. Akhirnya dia pun mencocokkan kembali jam tangannya dengan jam dinding mushola.

“Mungkin bapak tadi kurang pas waktu menyetel jarumnya”, pikir Kang Karjo.

Setelah selesai mencocokkan jam tangannya, Kang Karjo pun bergegas pulang ke rumah, kemudian berganti baju dan membawa sabit pergi ke sawah. Banyak rumput yang tumbuh di sawah dan itu dapat mempengaruhi tanaman padinya, jadi harus dibersihkan.

Biasanya Kang Karjo pulang ke rumah sebelum Dhuhur. Setelah selesai memotong rumput hama di sawah, Kang Karjo melirik ke jam tangannya, jarum jamnya menunjuk pukul 10.30. Biasanya Kang Karjo pulang dari sawah jam 11.00, sehingga masih sempat buat melepas lelah sebentar sebelum Sholah Dhuhur. Tetapi karena pekerjaanya sudah selesai dan panas yang mulai menyengat, Kang Karjo pun memutuskan pulang lebih awal dari biasanya. Kang Karjo pun kemudian mengayuh sepedanya pulang ke rumah. Memang sudah menjadi kebiasaan turun-temurun bagi warga di kampung Kang Karjo menggunakan sepeda ketika mereka bepergian, terutama ke sawah.

Ketika Kang Karjo pulang dan melintasi mushola al ihsan, dia menengok tak sengaja ke arah mushola dan melihat ke arah jam dinding yang di atas tempat imam sehingga terlihat siap saja dari luar mushola karena pintu mushola memang searah dengan tempat imam. Dia pun lantas melihat jam tangannya. Dia pun kaget, karena ternyata jam tangannya tidak sesuai lagi dengan jam dinding di mushola. Jam dinding di mushola sudah menunjuk pukul 10. 50 siang, sedang jam tangannya masih menunjuk jam 11.02. Selisih dua belas menit lagi, tetapi jam tangannya yang lebih dari jam dinding mushola sekarang.

Dia pun berpikir sejenak. Jam ini kan baru tadi pagi dibetulkan ke reparasi di pasar, apa mungkin rusak lagi, atau apa jam dinding itu yang rusak.

“Coba nanti lihat jam dinding rumah, apa jam tanganku juga tidak cocok dengan jam di ruang tamu”, pikir Kang Karjo.

Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dituju adalah ruang tamu, karena hendak melihat jam dinding di rumahnya. Kang Karjo pun kaget, karena jam dinding d rumahnya menunjuk pukul 11. 00, sedang jam tangannya sudah menunjuk angka 11.08. Jadi selisih 6 menit, tetapi jam tangannya yang lebih. Kang Karjo pun heran, kenapa jam tangannya tidak cocok dengan jam dinding di rumah maupun di mushola.

Tak berapa lama dilihatnya Lek Parman melintasi depan rumahnya sepulang dari sawah, Kang Karjo melihat lek parman mempunyai jam tangan juga.

“Lek Parman, jam pinten sakniki”, Tanya Kang Karjo buat mengecek kecocokan jam tangannya lagi.

Saiki jam 11 luwih 10 menit” Jawab Lek Parman yang kemudian meneruskan perjalanan pulang ke rumahnya yang hanya berjaran beberapa puluh meter saja.

“Jam 11.10 menit” kata Kang Karjo dalam hati, lalu dilihatnya jam tangannya lagi. Ternyata jam tangannya sudah menunjuk angka 11. 13, jadi terdapat selisih tiga menit lebih cepat dari jam tangan lek parman.

Kang Karjo pun heran, kenapa jam tangannya tidak cocok dengan jam dinding di rumahnya, di mushola, dan jam tangan tang lek parman.

“Assalamualaikum” ternyata si nanang, anak sulungnya sudah pulah dari sekolah.

Kok wis bali Nang” Tanya Kang Karjo, karena biasanya anaknya pulang selepas Dhuhur.

“Bu Guru katanya mau melayat Pak” Jawab nanang sambil melelatakkan tasnya di kursi di ruang tamu. Kang Karjo pun melihat nanang memiliki jam tang di tangannya.

“Jam berapa sekarang Nang” tanya Kang Karjo. Dia bertanya dalam hati apa jam tangannya akan berbeda dengan jam milik Nanang.

“Sekarang jam 11.15 Pak”, Jawabnya, lantas pergi ke belaKang. Kang Karjo pun melihat jam tangannya, jarum jam sudah menunjuk angka 11.16 lebih, tetapi belum 11.17. Selisih sekitar 1, 5 menit. Lalu di lihatnya jam dinding yang tergantung tak jauh dari tempatnya berdiri ternyata menunjuk ke angka 11.13 menit lebih sekian detik. Ternyata masih selisih 3 menit. Kang Karjo pun tambah heran, karena jam tangannya juga tidak cocok dengan jam tangan nanang, anaknya.

Kang Karjo pun bingung, jam tangannya mau dicocokkan dengan jam yang mana, karena tidak cocok dengan jam dinding mushola, jam dinding di rumahnya, jam tangan Lek Parman, dan jam tangan anaknya. Karena tidak mau ambil pusing, Kang Karjo pun lantas melepas jam tangannya dan meletakkannya di meja. Dia pun pergi ke belakang buat mandi, karena badannya masih basah berkeringat, karena hari memang sedang panas-panasnnya.


Azhan Dhuhur sudah berkumandang. Kang Karjo yang sudah segar setelah mandi pun bergesa pergi ke mushola untuk sholat Dhuhur. Jam tangannya pun dipakainya kembali.

Sholat Dhuhur pun dilakukan dengan berjamaah, meski tak lebih dari sepuluh orang yang datang buat sholat hanya orang-orang yang sudah uzur dan Kang Karjo adalah jamaah tetap di Mushola Al Ihsan yang termuda. Padahal umurnya sudah mendekati 35 tahun. Sungguh sayang banyak yang mengaku Islam, tapi ke mushola saja jarang. Pergi ke mushola menunggu kalau sudah tua atau pensiun, sedang ketika masih sehat enggan untuk beribadah.

Selesai sholat, Kang Karjo pun berzikir, tetapi sebenarnya tidak khusyuk, karena dia sedang kepikiran terus dengan masalah jam tangannya yang tidak cocok dengan jam manapun. Bahkan sambil berzikir, masih sempat Kang Karjo melirik ke arah jam tangannya dan jam dinding yang tergantung di atasnya.

“Wah, kok sekarang tambah aneh saja”, bisik Kang Karjo dalam hati. Ternyata jam tangannya menunjukkan jam 12.30, sedang jam dinding sudah menunjuk jam 12.42. Terdapat selisih 12 menit lagi, seperti kemarin.

Sudah satu hari ini Kang Karjo mengalami beberapa kali peristiwa yang cukup aneh terkait dengan jam tangannya. Dipikirkannya berulang kali, bagaimana mungkin setiap dia melihat jam tangannya dan kemudian membandingkannya dengan jam lain tidak pernah menunjuk waktu yang sama persis.

Dilihatnya masih beberapa jamaah Sholat Dhuhur masih berzikir dengan tenangnya. Beberapa diantara mereka terlihat mengenakan jam tangan. Kang Karjo pun berniat bertanya kepada mereka menunjuk jam berapa jam tangan yang mereka kenakan.

“Jam berapa sekarang Kang”, Tanya Kang Karjo kepada Kang Sukri yang sudah selesai berzikir.

“Jam 12.39 sekarang” Jawab Kang Sukri singkat. Kang Karjo pun lantas melihat melihat jam tangannya.

“Selisih 9 menit dengan jam tanganku, coba kutanya yang lainnya” pikir Kang Karjo.

“Jam berapa sekarang Lek Sarjito”, Tanya Kang Karjo kepada Lek Sarjito yang duduk tepat di sebelah kanannya. Lek Sarjito pun lantas melihat jam tangannya.

“Jam 12.37” Jawab Lek Sarjito. Kang Karjo pun melihat jam tangannya yang ternyata menunjuk jam 12.31, sehingga berselisih 6 menit dengan jam Lek Sarjito. Kang Karjo pun semakin heran dengan bukan hanya jam tangannya, tetapi juga dengan jam tangan orang lain dan juga jam dinding yang ada di mushola dan di rumahnya.

Dilihatnya Pak Imam Ahmad juga mengenakan jam tangan. Diliriknya dengan serius. Ternyata menunjuk jam 12.34, sehingga terdapat selisih 3 menit dengan jam tangannya. Dia pun lantas berpikir serius, apabila jam tangannya tidak cocok dengan jam siapapun, berarti semua jam yang ada pun tidak ada yang sama.

“Lantas, sebenarnya jam punya siapa yang benar?” bingung Kang Karjo sendirian memikirkan jam tangannya dan juga jam yang lainnnya.

Kang Karjo pun berpikir lebih jauh lagi, kalau jam saja tidak cocok dengan jam yang ada di rumahnya, jam anaknya, jam tetangganya, dan jam milik jamaah mushola, lantas, bagaimana dengan jam milik orang sekampungnya, se Jawa, atau se Indonesia, atau bahkan sedunia.


Kang Karjo memukul-mukul jam tangannya. Sepertinya jam tangannya tidak cocok. Ketika melihat jam dinding di mushola tadi, dia melihat ada selisih 12 menit, jam tangannya menunjukkan jam 12.10, tetapi jam dinding di mushola tempat dia biasa soal jamaah menunjuk pukul 12.22.

“Wah, gawat nih, kayaknya perlu ke reparasi untuk betulin jam. Besok ke pasar lah, cari tukang reparasi jam”, pikir Kang Karjo. Kang Karjo pun lantas mencocokkan kembali jam tangannya sesuai jam yang menempel di mushola.

Esok harinya, waktu subuh hari, jam tangannya semakin bertambah selisihnya dengan jam dinding yang ada di Mushola Al Ihsan yang terletak tak seberapa jauh dari rumahnya, cuma berselang 3 rumah saja. Jam dinding mushola menunjukkan jam 04.32. tetapi jam tangannya kembali menunjukkan pukul 04.28.

“Selisih enam menit lagi nih. Kok aneh, padahal kemarin suah tak cocokin”, bingung Kang Karjo memikirkan jam tangannya.

Akhirnya Kang Karjo memutuskan akan ke pasar mencari tukang reparasi jam tangan untuk membetulkan jam tangannya, sekalian jalan-jalan melihat-lihat pasar karena sudah lama tidak ke Pasar Pagi. Kang Karjo pun pulang selepas sembahyang subuh ke rumah buat mengganti sarungnya dengan celana panjang. Kang Karjo lantas mengeluarkan sepeda onthelnya buat pergi ke pasar pagi. Hari itu meruPakan hari pasaran, sehingga pasar akan ramai dikunjungi masyarakat yang hendak berbelanja kebuTuhan sehari-hari.

Tak berapa lama setelah mengayuh sepeda onthel kesayangannya, Kang Karjo sampai juga di pasar pagi. Setelah mencari tempat parkir buat sepedanya, Kang Karjo bergegas beranjak pergi mencari tukang reparasi jam. Pasar sudah semakin ramai sekarang. Dia ingat ketika masih kecil sering diajak maknya berbelanja ke pasar, jumlah pedagang yang berjualan mungkin masih hanya puluhan saja, itu mereka berjalan di pinggir jalan, karena jumlah bangunan toko dan kios saat itu tidak lebih dari sepuluh buah saja. Sekarang jumlahnya telah bertambah berlipat ganda. Ratusan kios yang berjajar selalu sesak dipenuhi pengunjung setiap pagi, padahal dulu pasar pagi ini hanya ramai pada hari pasaran Kliwon yang datang lima hari sekali saja.

Begitu sampai di sebuah kios reparasi jam, Kang Karjo melepas jam tangannya dan menyerahkannya kepada seorang tukang reparasi yang sudah uzur dan berkacamata tebal. Diberitahukannya perihal jam tangannya yang sudah mulai melambat gerak jarumnya sehingga tidak cocok lagi dengan jam yang lain.

“Wah, jam tangan ini sepertinya sudah berumur ya”, tukas tukang reparasi jam pada Kang Karjo.

“Ya begitulah Pak, jam warisan suwargi bapak”, Jawab Kang Karjo.

“Sebenarnya sih lebih baik beli yang baru saja. Kalo jam seperti ini yang pantas kalo tidak cocok lagi waktunya. Beli saja jam yang baru, murah, ini ada yang harganya Rp.20.000. atau ini, lebih bagus lagi, harganya Rp.60.000. Kalo jam ini sih, paling nanti lekas rusak lagi” ujar bapak tukang reparasi pada Kang Karjo.

“Wah masih sayang sama jam itu, peninggalan bapak saya dulu” Jawab Kang Karjo. Memang jam tersebut merupakan wArisan bapaknya, dia sayang buat menggantinya dengan jam tangan baru, apalagi yang modelnya baru, dia suka dengan jam tangan kuno seperti peninggalan bapaknya.

“Ya baiklah, tak usahakan”, bapak tukang reparasi jam pun mulai mengutak-utik jam tangan Kang Karjo. Tak berapa lama, sekitar 15 menit berselang selesai sudah jam tangan tadi diperbaiki. Bapak tukang reparasi pul melihat ke jam tangannya, dan kemudian mencocokkan jam tangan Kang Karjo dengan jam tangannya. Jam tangan pun diserahkan kembali kepada Kang Karjo.

“Berapa Pak”, Tanya Kang Karjo.

“Sepuluh ribu”.

“Terima kasih Pak, permisi, Assalamualaikum”.

Kang Karjo pun lekas pulang ke rumahnya dengan naik sepeda onthelnya dengan tergesan. Di lihatnya jam menunjuk pukul 7 pagi. Biasanya jam segitu dia sudah berangkat ke sawah dan Nanang, anaknya yang duduk di bangku kelas 5 SD sudah berangkat ke sekolah.

Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah dan melintasi Mushola Al Ihsan, dilihatanya jam tangannya dan jam dinding di mushola. Terdapat selisih sekitar tiga menit. Jam tangannya menunjuk jam 07.20. Sedang jam dinding mushola menunjuk jam 07.23. Akhirnya dia pun mencocokkan kembali jam tangannya dengan jam dinding mushola.

“Mungkin bapak tadi kurang pas waktu menyetel jarumnya”, pikir Kang Karjo.

Setelah selesai mencocokkan jam tangannya, Kang Karjo pun bergegas pulang ke rumah, kemudian berganti baju dan membawa sabit pergi ke sawah. Banyak rumput yang tumbuh di sawah dan itu dapat mempengaruhi tanaman padinya, jadi harus dibersihkan.

Biasanya Kang Karjo pulang ke rumah sebelum Dhuhur. Setelah selesai memotong rumput hama di sawah, Kang Karjo melirik ke jam tangannya, jarum jamnya menunjuk pukul 10.30. Biasanya Kang Karjo pulang dari sawah jam 11.00, sehingga masih sempat buat melepas lelah sebentar sebelum Sholah Dhuhur. Tetapi karena pekerjaanya sudah selesai dan panas yang mulai menyengat, Kang Karjo pun memutuskan pulang lebih awal dari biasanya. Kang Karjo pun kemudian mengayuh sepedanya pulang ke rumah. Memang sudah menjadi kebiasaan turun-temurun bagi warga di kampung Kang Karjo menggunakan sepeda ketika mereka bepergian, terutama ke sawah.

Ketika Kang Karjo pulang dan melintasi mushola al ihsan, dia menengok tak sengaja ke arah mushola dan melihat ke arah jam dinding yang di atas tempat imam sehingga terlihat siap saja dari luar mushola karena pintu mushola memang searah dengan tempat imam. Dia pun lantas melihat jam tangannya. Dia pun kaget, karena ternyata jam tangannya tidak sesuai lagi dengan jam dinding di mushola. Jam dinding di mushola sudah menunjuk pukul 10. 50 siang, sedang jam tangannya masih menunjuk jam 11.02. Selisih dua belas menit lagi, tetapi jam tangannya yang lebih dari jam dinding mushola sekarang.

Dia pun berpikir sejenak. Jam ini kan baru tadi pagi dibetulkan ke reparasi di pasar, apa mungkin rusak lagi, atau apa jam dinding itu yang rusak.

“Coba nanti lihat jam dinding rumah, apa jam tanganku juga tidak cocok dengan jam di ruang tamu”, pikir Kang Karjo.

Begitu sampai di rumah, yang pertama kali dituju adalah ruang tamu, karena hendak melihat jam dinding di rumahnya. Kang Karjo pun kaget, karena jam dinding d rumahnya menunjuk pukul 11. 00, sedang jam tangannya sudah menunjuk angka 11.08. Jadi selisih 6 menit, tetapi jam tangannya yang lebih. Kang Karjo pun heran, kenapa jam tangannya tidak cocok dengan jam dinding di rumah maupun di mushola.

Tak berapa lama dilihatnya Lek Parman melintasi depan rumahnya sepulang dari sawah, Kang Karjo melihat lek parman mempunyai jam tangan juga.

“Lek Parman, jam pinten sakniki”, Tanya Kang Karjo buat mengecek kecocokan jam tangannya lagi.

Saiki jam 11 luwih 10 menit” Jawab Lek Parman yang kemudian meneruskan perjalanan pulang ke rumahnya yang hanya berjaran beberapa puluh meter saja.

“Jam 11.10 menit” kata Kang Karjo dalam hati, lalu dilihatnya jam tangannya lagi. Ternyata jam tangannya sudah menunjuk angka 11. 13, jadi terdapat selisih tiga menit lebih cepat dari jam tangan lek parman.

Kang Karjo pun heran, kenapa jam tangannya tidak cocok dengan jam dinding di rumahnya, di mushola, dan jam tangan tang lek parman.

“Assalamualaikum” ternyata si nanang, anak sulungnya sudah pulah dari sekolah.

Kok wis bali Nang” Tanya Kang Karjo, karena biasanya anaknya pulang selepas Dhuhur.

“Bu Guru katanya mau melayat Pak” Jawab nanang sambil melelatakkan tasnya di kursi di ruang tamu. Kang Karjo pun melihat nanang memiliki jam tang di tangannya.

“Jam berapa sekarang Nang” tanya Kang Karjo. Dia bertanya dalam hati apa jam tangannya akan berbeda dengan jam milik Nanang.

“Sekarang jam 11.15 Pak”, Jawabnya, lantas pergi ke belaKang. Kang Karjo pun melihat jam tangannya, jarum jam sudah menunjuk angka 11.16 lebih, tetapi belum 11.17. Selisih sekitar 1, 5 menit. Lalu di lihatnya jam dinding yang tergantung tak jauh dari tempatnya berdiri ternyata menunjuk ke angka 11.13 menit lebih sekian detik. Ternyata masih selisih 3 menit. Kang Karjo pun tambah heran, karena jam tangannya juga tidak cocok dengan jam tangan nanang, anaknya.

Kang Karjo pun bingung, jam tangannya mau dicocokkan dengan jam yang mana, karena tidak cocok dengan jam dinding mushola, jam dinding di rumahnya, jam tangan Lek Parman, dan jam tangan anaknya. Karena tidak mau ambil pusing, Kang Karjo pun lantas melepas jam tangannya dan meletakkannya di meja. Dia pun pergi ke belakang buat mandi, karena badannya masih basah berkeringat, karena hari memang sedang panas-panasnnya.


Azhan Dhuhur sudah berkumandang. Kang Karjo yang sudah segar setelah mandi pun bergesa pergi ke mushola untuk sholat Dhuhur. Jam tangannya pun dipakainya kembali.

Sholat Dhuhur pun dilakukan dengan berjamaah, meski tak lebih dari sepuluh orang yang datang buat sholat hanya orang-orang yang sudah uzur dan Kang Karjo adalah jamaah tetap di Mushola Al Ihsan yang termuda. Padahal umurnya sudah mendekati 35 tahun. Sungguh sayang banyak yang mengaku Islam, tapi ke mushola saja jarang. Pergi ke mushola menunggu kalau sudah tua atau pensiun, sedang ketika masih sehat enggan untuk beribadah.

Selesai sholat, Kang Karjo pun berzikir, tetapi sebenarnya tidak khusyuk, karena dia sedang kepikiran terus dengan masalah jam tangannya yang tidak cocok dengan jam manapun. Bahkan sambil berzikir, masih sempat Kang Karjo melirik ke arah jam tangannya dan jam dinding yang tergantung di atasnya.

“Wah, kok sekarang tambah aneh saja”, bisik Kang Karjo dalam hati. Ternyata jam tangannya menunjukkan jam 12.30, sedang jam dinding sudah menunjuk jam 12.42. Terdapat selisih 12 menit lagi, seperti kemarin.

Sudah satu hari ini Kang Karjo mengalami beberapa kali peristiwa yang cukup aneh terkait dengan jam tangannya. Dipikirkannya berulang kali, bagaimana mungkin setiap dia melihat jam tangannya dan kemudian membandingkannya dengan jam lain tidak pernah menunjuk waktu yang sama persis.

Dilihatnya masih beberapa jamaah Sholat Dhuhur masih berzikir dengan tenangnya. Beberapa diantara mereka terlihat mengenakan jam tangan. Kang Karjo pun berniat bertanya kepada mereka menunjuk jam berapa jam tangan yang mereka kenakan.

“Jam berapa sekarang Kang”, Tanya Kang Karjo kepada Kang Sukri yang sudah selesai berzikir.

“Jam 12.39 sekarang” Jawab Kang Sukri singkat. Kang Karjo pun lantas melihat melihat jam tangannya.

“Selisih 9 menit dengan jam tanganku, coba kutanya yang lainnya” pikir Kang Karjo.

“Jam berapa sekarang Lek Sarjito”, Tanya Kang Karjo kepada Lek Sarjito yang duduk tepat di sebelah kanannya. Lek Sarjito pun lantas melihat jam tangannya.

“Jam 12.37” Jawab Lek Sarjito. Kang Karjo pun melihat jam tangannya yang ternyata menunjuk jam 12.31, sehingga berselisih 6 menit dengan jam Lek Sarjito. Kang Karjo pun semakin heran dengan bukan hanya jam tangannya, tetapi juga dengan jam tangan orang lain dan juga jam dinding yang ada di mushola dan di rumahnya.

Dilihatnya Pak Imam Ahmad juga mengenakan jam tangan. Diliriknya dengan serius. Ternyata menunjuk jam 12.34, sehingga terdapat selisih 3 menit dengan jam tangannya. Dia pun lantas berpikir serius, apabila jam tangannya tidak cocok dengan jam siapapun, berarti semua jam yang ada pun tidak ada yang sama.

“Lantas, sebenarnya jam punya siapa yang benar?” bingung Kang Karjo sendirian memikirkan jam tangannya dan juga jam yang lainnnya.

Kang Karjo pun berpikir lebih jauh lagi, kalau jam saja tidak cocok dengan jam yang ada di rumahnya, jam anaknya, jam tetangganya, dan jam milik jamaah mushola, lantas, bagaimana dengan jam milik orang sekampungnya, se Jawa, atau se Indonesia, atau bahkan sedunia.


0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP