KOMPUTER SETAN

>> Selasa, 29 September 2009

Ketika Roni melihat jam tangannya pagi itu, dia melihat jam jarum menunjuk angka 07.00.

“Wah, telat lagi sepertinya.” Kata Roni dalam.

Sudah beberapa waktu ini Roni selalu bangun telat. Biasanya dia bisa bangun pukul 04.30, kemudian bangun sholat shubuh, membantu Maknya sebentar mengantar ke Pasar Pamenang buat belanja barang dagangan, kemudian pulang, mandi, terus sarapan, dan berangkat ke sekolah. Kebiasaan membantu Maknya belanja pun akhirnya terhenti karena hampir setiap dia bangun didahului oleh matahari.


Sudah beberapa waktu ini Roni asyik bermain dengan komputer barunya. Sebenarnya tidak baru sih, beli milik si Renai, putri sulung Pakwo nya yang sudah bosan dengan komputer lamanya dan mau beli laptop tercanggih, katanya. Maka, komputer tersebut pun dijual dengan murah kepada Roni, begitu kata si Renai, padahal, bagi orang tua Roni yang hanya pegawai di Kantor Lurah Kampung Kecil Bukit 12 dan ibunya yang hanya berjualan Makanan di depan rumahnya untuk membantu penghasilan keluarga, angka dua juta untuk sebuah komputer adalah angka yang teramat besar, karena hampir setara dengan gaji tiga bulan ayah Roni.

Sebenarnya bapaknya berkeberatan untuk membelikan Roni komputer, karena Roni masih duduk di kelas dua di SMA yang kurang terkenal di daerahnya.

“Buat apa kamu membeli komputer, kamu kan masih SMA. Lebih baik nanti uangnya digunakan untuk membayar uang masuk kuliah kamu.” Bujuk bapaknya agar Roni tidak minta dibelikan komputer.

“Tapi tugas sekolah Roni banyak Pak. Kalau ditulis tangan kan tidak mungkin, sedang kalau pergi ke rental mahal. Lebih baik baik kan beli saja, supaya nanti bisa belajar. Nanti adik kan juga bisa memakainya, jadi bukan hanya untuk Roni saja. Kalau nanti Roni tidak bisa menyelesaikan tugas sekolah tepat waktu, bisa-bisa nanti Roni tidak lulus Pak” rayu Roni pada bapaknya. Sebenarnya Roni punya alasan tersembunyi kenapa dia ngotot minta dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Roni pun merajuk kepada kedua orang tuanya. Bermacam argumen yang berlebih-lebihan dan terkesan mengada-ada pun dikeluarkannya untuk menyakinkan bahwa komputer itu penting. Bahkan dia bilang bahwa jaman sekarang ini, kalau tidak punya komputer itu dianggap ketinggalan jaman, tidak gaul, ketinggalan teknologi.


Maknya yang teramat sayang pada Roni dan lemah hatinya pun kemudian meluluskan keinginan anak sulungnya tersebut.

“Ron, Mak ada uang buat kamu membeli komputer, tapi kamu janji harus belajar dengan baik ya, kalau adikmu mau menggunakan juga jangan dilarang” kata Maknya ketika amengabulkan keinginan Roni.

“Tenang Mak, nanti Roni akan belajar lebih giat biar bisa ranking satu. Komputer yang nanti Roni beli pun bagus dan murah kok” Jawab Roni penuh semangat agar lebih menyakinkan.

Akhirnya, tabungan Maknya, yang sedianya akan digunakan untuk masuk kuliah Roni nanti diambil setengahnya untuk membelikan komputer yang menurut Roni masih baru dan murah tersebut. Kata Roni, bila dia membeli komputer di toko, tidak pada si Renai, anak Pakwonya, harganya bisa dua kali lipat. Renai menjual komputernya pada Roni karena untuk menambah uang untuk membeli laptop baru. Orang tua Roni pun percaya saja mengingat Renai adalah anak dari kakak Pak Amin, ayah Roni.

Orang tuanya pun menurut saja pada keinginan Roni yang terkesan berlebihan tersebut, bahkan memberatkan mereka sebenarnya. Dengan hadirnya “teman” baru Roni tersebut, beban listri keluarga Roni membengkak karena komputer Roni hampir selalu menyala setiap malam.


Semenjak Roni dibelikan komputer baru tersebut, memang Roni menjadi jarang bermain ke rumah teman-temannya. Bahkan dia juga jarang menonton televisi bersama-sama dengan keluarganya sehabis Sholat Isya seperti biasanya.

“Roni, makan siang dulu, kamu kan belum makan siang sejak pulang sekolah tadi. Kamu belum Sholat Ashar kan? Sholat dulu. “Seru Maknya dari depan kamar Roni menyuruh untuk sholat ashar dan Makan siang.

“Nanti saja Mak. Tanggung, masih banyak pekerjaan nih” Jawab Roni dengan keras dari dalam kamarnya.

Setiap sepulang dari sekolah, dia langsung masuk kamar dan tidak keluar lagi, kecuali untuk Makan dan ke kamar mandi. Kamarnya pun lebih sering dikunci, baik ketika dia ada di rumah maupun ketika dia sedang sekolah. Orang tuanya sebenarnya heran melhat ulah anaknya tersebut, tetap mereka urung bertanya kenapa kepadanya. Mereka berpikir mungkin Roni sedang banyak tugas sekolah, sehingga tidak mau diganggu.


Memasuki bulan kedua setelah mempunyai komputer baru, mulai terlihat hal-hal yang tidak wajar pada Roni. Wajahnya kelihatan pucat dan lemas, seperti orang yang jarang tidur.

“Kamu sakit Ron. Kenapa wajahmu pucat seperti orang kurang tidur” Tanya bapaknya heran melihat kondisi Roni yang seperti kurang tenaga.

‘tidak kok Pak, Cuma banyak kurang tidur saja, karena kalau malam harus begadang buat mengerjakan tugas sekolah” Jawa Roni dengan lesu.

Bangun pagi pun sering terlambat, sehingga harus terburu-buru untuk sampai ke sekolah, toh itu pun masih telat juga, karena jam tujuh pagi dia baru berangkat dari rumah, dan dalam kondisi belum sarapan pula.

Dia pun meminta tambahan uang saku. Katanya banyak tugas sekolah, prakter ke luar sekolah, dan ada iuran kelas yang belum dibayarnya, sehingga uang sakunya tidak lagi mencukupi. Lagi-lagi Maknya pun menurutinya lagi, padahal bapaknya sudah mengingtkan Roni agar tidak boros; mengenai kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan; Maka mereka harus hidup berhemat apabila Roni dan adiknya ingin sekolah sampai perguruan tinggi.

“Ron, kamu bisa mengurangi pengeluaran kamu tidak? Kalau kamu terlalu boros, Mak kamu kan tidak bisa menyisihkan uang buat masuk kuliah kamu nanti” kata bapaknya mengingtkan Roni.

“Tapi kalau keperluan Roni kan membutuhkan uang Pak. Ini kan juga agar semua urusan sekolah Roni lancar dan nanti bisa naik kelas dengan nilai yang baik” sanggah Roni dengan harapan bapaknya tidak curiga kenapa dia akhir-akhir ini uang sakunya selalu habis sebelum waktunya sehingga harus minta tambahan.


Sesekali Roni keluar rumah di malam hari, alasannya pergi ke rumah teman buat mengambil bahan pelajaran atau mengerjakan tugas.

“Mau kemana Ron, malam-malan begini mau keluar. Besok siang saja kalau ada perlu” Tanya Maknya ketika melihat Roni hendak keluar selepas Isha’.

“Mau ke rumah Tedi Mak, meminjam buku pelajaran, soalnya ada tugas sekolah yang belum selesai’ Jawab Roni. Tedi salah satu teman sekolah Roni yang di rumahnya juga membuka rental film, play station, dan juga tempat bilyard.

Memang Roni tidak lama kalau keluar rumah malam di hari. Tetapi, sesudah sampai ke rumah, kamarnya adalah tujuan utamanya dan dia pun tidak keluar lagi sampai pagi hari. Maknya sebenarnya heran dengan perubahan sikap Roni akhir-akhir ini, tetapi tidak berani menanyakannya, takut anaknya merajuk dan marah.


“Mak, nanti malam teman-teman sekolah Roni mau menginap, soalnya ada tugas yang belum selesai” kata Roni suatu hari ketika meminta ijin untuk mengajak teman-teman sekolahnya menginap.

“Ya tidak apa-apa, tetapi jangan ramai ya, soalnya bapakmu sedang tidak enak badan, nanti istirahatnya terganggu” kata Maknya mengingatkan supaya Roni dan teman-temannya tidak ramai ketika mengerjakan tugas. Dan memang Roni tidak ramai ketika berada di kamar bersama teman-temannya, bahkan terkesan hening, meski lampu kamarnya tetap menyala sampai tengah malam.


Sudah beberapa kali teman-teman sekolah Roni menginap di rumahnya dengan alasan untuk belajar bersama karena sebentar lagi ujian kenaikan kelas tiba. Orang tua Roni pun selalu memperbolehkan mereka untuk menginap, karena mereka datang dengan membawa tas sekolah dan buku. Orang tua Roni merasa bahwa tidak rugi Roni dibelikan komputer, karena ia menjadi semakin rajin belajar, bahkan sampai pucat kurus badannya. Maknya mengira pasti Roni begadang bersama teman-temannya untuk belajar setiap malam.

“Wah, memang rajin sekali Roni dan teman-temannya itu” pikir kedua orang tua Roni.


Sesudah hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan, ujian akhir tahun pun tiba, dan sudah saatnya bagi orang tua Roni untuk mengambil raport. Orang tua Roni dikagetkan dengan rupa raport Roni ketika datang ke sekolah untuk mengambil raport.

Wali kelas Ronimenyatakan bahwa Roni tidak naik kelas. Bapaknya Roni seakan tidak percaya, karena mereka melihat bahwa selama ini anaknya tersebut sangat rajin belajar di kamar setiap hari.

“Tidak mungkin anak saya Roni tidak naik kelas. Pasti ini bapak salah menilai anak saya. Anak saya itu setiap hari kerjanya hanya di kamar belajar, bermain ke luar rumah pun sangat jarang” kata bapaknya si Roni seakan tidak percaya.

“Tetapi Roni memang tidak naik Pak. Saya mempunyai catatan pelanggaran Roni membolos dari sekolah dan sebagian tugas yang dikumpulkannya. Roni termasuk anak yang jarang mengumpulkan tugas sekolah, dan saya mempunyai bukti-buktinya. Nanti bapak boleh mengecek sendiri kepada Roni” kata pak guru menjelaskan dengan tenang.

“Tetapi Roni itu sudah saya belikan komputer lho pak, biar tugas sekolahnya beres semua” kata bapaknya Roni dengan setengah bingung.


Betapa malu Bapak si Roni mendengarkan cerita dari Pak Guru. Dia pun bertanya-tanya dalam hati, lantas, apa yang dikerjakan Roni selama ini di dalam kamar bersama teman-temannya. Buat apa pula dia punya komputer jika tidak untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Bapak si Roni pun lantas bercerita banyak kepada Pak Guru perihal kenapa dia membelikan komputer buat Roni, tentang bagaimana teman-teman Roni datang untuk belajar bersama, dan banyak lagi hal yang diceritakannya kepada Pak Guru perihal si Roni. Jawaban Pak Guru, ternyata tidak ada yang perlu diketik menggunakan komputer. Kata Pak Guru, Roni pun sering membolos dan uang SPP nya selama tiga bulan pun juga belum dibayar. Roni juga tidak pernah membayar iuran di kelasnya.


Bapaknya Roni pun langsung pulang ke rumah dan hendak mendamprat anaknya itu. Akan ditanya, kemana uang SPP nya tiga bulan yang belum dibayarkannya itu, buat apa komputernya selama ini, apa yang dia lakukan di kamar bersama teman-temanya setiap malam.

Begitu sampai di rumah, dilihatnya banyak sepatu yang ada di luar kamar Roni, menandakan bahwa teman-teman Roni sedang ada di kamar Roni. Melihat bapaknya Roni pulang dengan muka masam dan mukanya merah, Maknya Roni hanya heran terdiam dan mengikuti langkahnya ke arah kamar Roni. Dengan emosi yang meluap-luap dan tanpa tak mengetuk pintu kamar terlebih dahulu, langsung masuk bapaknya Roni ke kamar Roni.


“Braak”, kamar Roni dibuka oleh bapaknya dengan kasarnya, menandakan bahwa dia sedang benar-benar di puncak kemarahan. Ketika dia sudah masuk, belum sepatah kata terucap dari mulutnya, semuanya terdiam, baik bapaknya Roni, Maknya Roni, Roni sendiri, dan teman-temannya. Denyut jantung mereka semua berdegup dengan keras. Apa yang sedang dilihat Roni dan teman-temannya sungguh membuat membuat bapaknya Roni dan Maknya tak kuasa menahan diri. Sangat menjjikkan. Langsung jatuh pingsan Maknya Roni begitu melihat tontonan apa yang ada di layar komputer yang sedang ditonton oleh Roni dan teman-temannya.


Tanpa pikir panjang lagi, langsung dibanting komputernya Roni ke dinding kamar. Berhamburanlah abu dan puntung rokok yang ditaruh di samping komputer. Bertebaran pula puluhan kaset VCD bergambar wanita-wanita jalang. Berteriaklah bapak si Roni sambil mengutuk.

“Komputer setan, komputer laknat, komputer biadab”.

Semuanya masing diam dalam keheningan. Tak seorang di antara Roni dan teman- temannya yang berani mengucapkan sepatah kata. Bapaknya Roni hanya berdiri dengan napas terngah-engah dan memandang ke arah Roni dengan mata merah. Sedang sambil bingung, Roni kemudian hanya sanggup berkata,

“Pak…”.


Ketika Roni melihat jam tangannya pagi itu, dia melihat jam jarum menunjuk angka 07.00.

“Wah, telat lagi sepertinya.” Kata Roni dalam.

Sudah beberapa waktu ini Roni selalu bangun telat. Biasanya dia bisa bangun pukul 04.30, kemudian bangun sholat shubuh, membantu Maknya sebentar mengantar ke Pasar Pamenang buat belanja barang dagangan, kemudian pulang, mandi, terus sarapan, dan berangkat ke sekolah. Kebiasaan membantu Maknya belanja pun akhirnya terhenti karena hampir setiap dia bangun didahului oleh matahari.


Sudah beberapa waktu ini Roni asyik bermain dengan komputer barunya. Sebenarnya tidak baru sih, beli milik si Renai, putri sulung Pakwo nya yang sudah bosan dengan komputer lamanya dan mau beli laptop tercanggih, katanya. Maka, komputer tersebut pun dijual dengan murah kepada Roni, begitu kata si Renai, padahal, bagi orang tua Roni yang hanya pegawai di Kantor Lurah Kampung Kecil Bukit 12 dan ibunya yang hanya berjualan Makanan di depan rumahnya untuk membantu penghasilan keluarga, angka dua juta untuk sebuah komputer adalah angka yang teramat besar, karena hampir setara dengan gaji tiga bulan ayah Roni.

Sebenarnya bapaknya berkeberatan untuk membelikan Roni komputer, karena Roni masih duduk di kelas dua di SMA yang kurang terkenal di daerahnya.

“Buat apa kamu membeli komputer, kamu kan masih SMA. Lebih baik nanti uangnya digunakan untuk membayar uang masuk kuliah kamu.” Bujuk bapaknya agar Roni tidak minta dibelikan komputer.

“Tapi tugas sekolah Roni banyak Pak. Kalau ditulis tangan kan tidak mungkin, sedang kalau pergi ke rental mahal. Lebih baik baik kan beli saja, supaya nanti bisa belajar. Nanti adik kan juga bisa memakainya, jadi bukan hanya untuk Roni saja. Kalau nanti Roni tidak bisa menyelesaikan tugas sekolah tepat waktu, bisa-bisa nanti Roni tidak lulus Pak” rayu Roni pada bapaknya. Sebenarnya Roni punya alasan tersembunyi kenapa dia ngotot minta dibelikan komputer oleh orang tuanya.

Roni pun merajuk kepada kedua orang tuanya. Bermacam argumen yang berlebih-lebihan dan terkesan mengada-ada pun dikeluarkannya untuk menyakinkan bahwa komputer itu penting. Bahkan dia bilang bahwa jaman sekarang ini, kalau tidak punya komputer itu dianggap ketinggalan jaman, tidak gaul, ketinggalan teknologi.


Maknya yang teramat sayang pada Roni dan lemah hatinya pun kemudian meluluskan keinginan anak sulungnya tersebut.

“Ron, Mak ada uang buat kamu membeli komputer, tapi kamu janji harus belajar dengan baik ya, kalau adikmu mau menggunakan juga jangan dilarang” kata Maknya ketika amengabulkan keinginan Roni.

“Tenang Mak, nanti Roni akan belajar lebih giat biar bisa ranking satu. Komputer yang nanti Roni beli pun bagus dan murah kok” Jawab Roni penuh semangat agar lebih menyakinkan.

Akhirnya, tabungan Maknya, yang sedianya akan digunakan untuk masuk kuliah Roni nanti diambil setengahnya untuk membelikan komputer yang menurut Roni masih baru dan murah tersebut. Kata Roni, bila dia membeli komputer di toko, tidak pada si Renai, anak Pakwonya, harganya bisa dua kali lipat. Renai menjual komputernya pada Roni karena untuk menambah uang untuk membeli laptop baru. Orang tua Roni pun percaya saja mengingat Renai adalah anak dari kakak Pak Amin, ayah Roni.

Orang tuanya pun menurut saja pada keinginan Roni yang terkesan berlebihan tersebut, bahkan memberatkan mereka sebenarnya. Dengan hadirnya “teman” baru Roni tersebut, beban listri keluarga Roni membengkak karena komputer Roni hampir selalu menyala setiap malam.


Semenjak Roni dibelikan komputer baru tersebut, memang Roni menjadi jarang bermain ke rumah teman-temannya. Bahkan dia juga jarang menonton televisi bersama-sama dengan keluarganya sehabis Sholat Isya seperti biasanya.

“Roni, makan siang dulu, kamu kan belum makan siang sejak pulang sekolah tadi. Kamu belum Sholat Ashar kan? Sholat dulu. “Seru Maknya dari depan kamar Roni menyuruh untuk sholat ashar dan Makan siang.

“Nanti saja Mak. Tanggung, masih banyak pekerjaan nih” Jawab Roni dengan keras dari dalam kamarnya.

Setiap sepulang dari sekolah, dia langsung masuk kamar dan tidak keluar lagi, kecuali untuk Makan dan ke kamar mandi. Kamarnya pun lebih sering dikunci, baik ketika dia ada di rumah maupun ketika dia sedang sekolah. Orang tuanya sebenarnya heran melhat ulah anaknya tersebut, tetap mereka urung bertanya kenapa kepadanya. Mereka berpikir mungkin Roni sedang banyak tugas sekolah, sehingga tidak mau diganggu.


Memasuki bulan kedua setelah mempunyai komputer baru, mulai terlihat hal-hal yang tidak wajar pada Roni. Wajahnya kelihatan pucat dan lemas, seperti orang yang jarang tidur.

“Kamu sakit Ron. Kenapa wajahmu pucat seperti orang kurang tidur” Tanya bapaknya heran melihat kondisi Roni yang seperti kurang tenaga.

‘tidak kok Pak, Cuma banyak kurang tidur saja, karena kalau malam harus begadang buat mengerjakan tugas sekolah” Jawa Roni dengan lesu.

Bangun pagi pun sering terlambat, sehingga harus terburu-buru untuk sampai ke sekolah, toh itu pun masih telat juga, karena jam tujuh pagi dia baru berangkat dari rumah, dan dalam kondisi belum sarapan pula.

Dia pun meminta tambahan uang saku. Katanya banyak tugas sekolah, prakter ke luar sekolah, dan ada iuran kelas yang belum dibayarnya, sehingga uang sakunya tidak lagi mencukupi. Lagi-lagi Maknya pun menurutinya lagi, padahal bapaknya sudah mengingtkan Roni agar tidak boros; mengenai kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan; Maka mereka harus hidup berhemat apabila Roni dan adiknya ingin sekolah sampai perguruan tinggi.

“Ron, kamu bisa mengurangi pengeluaran kamu tidak? Kalau kamu terlalu boros, Mak kamu kan tidak bisa menyisihkan uang buat masuk kuliah kamu nanti” kata bapaknya mengingtkan Roni.

“Tapi kalau keperluan Roni kan membutuhkan uang Pak. Ini kan juga agar semua urusan sekolah Roni lancar dan nanti bisa naik kelas dengan nilai yang baik” sanggah Roni dengan harapan bapaknya tidak curiga kenapa dia akhir-akhir ini uang sakunya selalu habis sebelum waktunya sehingga harus minta tambahan.


Sesekali Roni keluar rumah di malam hari, alasannya pergi ke rumah teman buat mengambil bahan pelajaran atau mengerjakan tugas.

“Mau kemana Ron, malam-malan begini mau keluar. Besok siang saja kalau ada perlu” Tanya Maknya ketika melihat Roni hendak keluar selepas Isha’.

“Mau ke rumah Tedi Mak, meminjam buku pelajaran, soalnya ada tugas sekolah yang belum selesai’ Jawab Roni. Tedi salah satu teman sekolah Roni yang di rumahnya juga membuka rental film, play station, dan juga tempat bilyard.

Memang Roni tidak lama kalau keluar rumah malam di hari. Tetapi, sesudah sampai ke rumah, kamarnya adalah tujuan utamanya dan dia pun tidak keluar lagi sampai pagi hari. Maknya sebenarnya heran dengan perubahan sikap Roni akhir-akhir ini, tetapi tidak berani menanyakannya, takut anaknya merajuk dan marah.


“Mak, nanti malam teman-teman sekolah Roni mau menginap, soalnya ada tugas yang belum selesai” kata Roni suatu hari ketika meminta ijin untuk mengajak teman-teman sekolahnya menginap.

“Ya tidak apa-apa, tetapi jangan ramai ya, soalnya bapakmu sedang tidak enak badan, nanti istirahatnya terganggu” kata Maknya mengingatkan supaya Roni dan teman-temannya tidak ramai ketika mengerjakan tugas. Dan memang Roni tidak ramai ketika berada di kamar bersama teman-temannya, bahkan terkesan hening, meski lampu kamarnya tetap menyala sampai tengah malam.


Sudah beberapa kali teman-teman sekolah Roni menginap di rumahnya dengan alasan untuk belajar bersama karena sebentar lagi ujian kenaikan kelas tiba. Orang tua Roni pun selalu memperbolehkan mereka untuk menginap, karena mereka datang dengan membawa tas sekolah dan buku. Orang tua Roni merasa bahwa tidak rugi Roni dibelikan komputer, karena ia menjadi semakin rajin belajar, bahkan sampai pucat kurus badannya. Maknya mengira pasti Roni begadang bersama teman-temannya untuk belajar setiap malam.

“Wah, memang rajin sekali Roni dan teman-temannya itu” pikir kedua orang tua Roni.


Sesudah hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan, ujian akhir tahun pun tiba, dan sudah saatnya bagi orang tua Roni untuk mengambil raport. Orang tua Roni dikagetkan dengan rupa raport Roni ketika datang ke sekolah untuk mengambil raport.

Wali kelas Ronimenyatakan bahwa Roni tidak naik kelas. Bapaknya Roni seakan tidak percaya, karena mereka melihat bahwa selama ini anaknya tersebut sangat rajin belajar di kamar setiap hari.

“Tidak mungkin anak saya Roni tidak naik kelas. Pasti ini bapak salah menilai anak saya. Anak saya itu setiap hari kerjanya hanya di kamar belajar, bermain ke luar rumah pun sangat jarang” kata bapaknya si Roni seakan tidak percaya.

“Tetapi Roni memang tidak naik Pak. Saya mempunyai catatan pelanggaran Roni membolos dari sekolah dan sebagian tugas yang dikumpulkannya. Roni termasuk anak yang jarang mengumpulkan tugas sekolah, dan saya mempunyai bukti-buktinya. Nanti bapak boleh mengecek sendiri kepada Roni” kata pak guru menjelaskan dengan tenang.

“Tetapi Roni itu sudah saya belikan komputer lho pak, biar tugas sekolahnya beres semua” kata bapaknya Roni dengan setengah bingung.


Betapa malu Bapak si Roni mendengarkan cerita dari Pak Guru. Dia pun bertanya-tanya dalam hati, lantas, apa yang dikerjakan Roni selama ini di dalam kamar bersama teman-temannya. Buat apa pula dia punya komputer jika tidak untuk mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Bapak si Roni pun lantas bercerita banyak kepada Pak Guru perihal kenapa dia membelikan komputer buat Roni, tentang bagaimana teman-teman Roni datang untuk belajar bersama, dan banyak lagi hal yang diceritakannya kepada Pak Guru perihal si Roni. Jawaban Pak Guru, ternyata tidak ada yang perlu diketik menggunakan komputer. Kata Pak Guru, Roni pun sering membolos dan uang SPP nya selama tiga bulan pun juga belum dibayar. Roni juga tidak pernah membayar iuran di kelasnya.


Bapaknya Roni pun langsung pulang ke rumah dan hendak mendamprat anaknya itu. Akan ditanya, kemana uang SPP nya tiga bulan yang belum dibayarkannya itu, buat apa komputernya selama ini, apa yang dia lakukan di kamar bersama teman-temanya setiap malam.

Begitu sampai di rumah, dilihatnya banyak sepatu yang ada di luar kamar Roni, menandakan bahwa teman-teman Roni sedang ada di kamar Roni. Melihat bapaknya Roni pulang dengan muka masam dan mukanya merah, Maknya Roni hanya heran terdiam dan mengikuti langkahnya ke arah kamar Roni. Dengan emosi yang meluap-luap dan tanpa tak mengetuk pintu kamar terlebih dahulu, langsung masuk bapaknya Roni ke kamar Roni.


“Braak”, kamar Roni dibuka oleh bapaknya dengan kasarnya, menandakan bahwa dia sedang benar-benar di puncak kemarahan. Ketika dia sudah masuk, belum sepatah kata terucap dari mulutnya, semuanya terdiam, baik bapaknya Roni, Maknya Roni, Roni sendiri, dan teman-temannya. Denyut jantung mereka semua berdegup dengan keras. Apa yang sedang dilihat Roni dan teman-temannya sungguh membuat membuat bapaknya Roni dan Maknya tak kuasa menahan diri. Sangat menjjikkan. Langsung jatuh pingsan Maknya Roni begitu melihat tontonan apa yang ada di layar komputer yang sedang ditonton oleh Roni dan teman-temannya.


Tanpa pikir panjang lagi, langsung dibanting komputernya Roni ke dinding kamar. Berhamburanlah abu dan puntung rokok yang ditaruh di samping komputer. Bertebaran pula puluhan kaset VCD bergambar wanita-wanita jalang. Berteriaklah bapak si Roni sambil mengutuk.

“Komputer setan, komputer laknat, komputer biadab”.

Semuanya masing diam dalam keheningan. Tak seorang di antara Roni dan teman- temannya yang berani mengucapkan sepatah kata. Bapaknya Roni hanya berdiri dengan napas terngah-engah dan memandang ke arah Roni dengan mata merah. Sedang sambil bingung, Roni kemudian hanya sanggup berkata,

“Pak…”.


1 komentar:

Anonim 3 Oktober 2009 pukul 07.42  

wah ini kan cerpen yang dulu kamu tunjukkan ke aku ya..bagus-bagus-bagus..terus tingkatkan..aku menunggu cerpen-cerpenmu yang lain..

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP