Terima kasih kodok

>> Senin, 26 Oktober 2009

Atik jadi tidak bisa tidur gara-gara suara mereka setiap malam,” tanya Atik kepada ayahnya. Atik merasa terganggu dengan suara kodok yang bersahut-sahutan setiap malam.
“Atik sayang, mereka itu sebenarnya sedang bernyanyi bersama-sama,” jawab Ayah Atik dengan pendek sambil membaca majalah olahraga kesukaannya.
“Tapi kalau mereka bernyanyi, kok suaranya jelek begitu. Masak lagunya cuma kwok...kwok...kwok. Tidak ada lagu yang lainnya. Tidak ada alat musiknya?” tanya Atik.
Sambil meletakkan majalah di atas meja. Ayah menjawab, “Mereka itu bernyanyi dengan bahasa mereka sendiri. Coba bayangkan, kalau ada penyanyi yang menyanyikan lagu dengan bahasa Inggris, Atik paham tidak?” tanya ayah sambil tersenyum kepada Atik.
“Tidak paham, Yah,” jawab Atik sambil menggelengkan kepala perlahan.
“Karena kodok mempunyai bahasa yang berlainan dengan Atik, jadi Atik tidak paham lagunya kodok. Coba Atik paham bahasanya kodok, pasti Atik seneng denger lagunya kodok setiap malam,” kata Ayah sambil meminum wedang jahe yang tadi Atik suguhkan. Setiap sore Atik memang selalu membuatkan wedang jahe untuk ayah. Meski masih kelas tiga SD, tapi Atik sudah rajin membantu ibu di rumah, meski sekadar menyapu, menyiapkan makanan di meja, dan membuatkan minuman untuk ayah dan susu buat adik.
“Ogah ah, Atik tidak mau belajar bahasa kodok, nanti Atik jadi seperti kodok. Pokoknya Atik minta sama Ayah agar buat menyuruh kodok-kodok itu diam, tidak boleh nyanyi kalau Atik mau tidur, berisik sekali mereka,” pinta Atik kepada ayah.
“Tidak boleh begitu Atik. Mereka itu juga ciptaan Tuhan. Mungkin Atik menganggap kodok itu cuma binatang kecil dan jorok karena suka tinggal di selokan belakang rumah. Tapi mereka itu sebenarnya sangat bermanfaat bagi manusia, bagi ayah, ibu, Atik, adik, dan semua tetangga kita,” kata Ayah mencoba menjelaskan kepada Atik.
“Ah Ayah. Pokoknya Atik tidak suka sama kodok, kalau mereka nanti malam berisik lagi, Atik akan pukul mereka,” jawab Atik sambil masuk ke dalam rumah.
***
“Atik hari Minggu besok mau ke rumah Paman Arip tidak?” tanya ayah kepada Atik sepulang sekolah. Biasanya setiap akhir pekan Atik berada di rumah membantu orangtua, kemudian berjalan-jalan ke taman atau bermain bersama teman-temannya. Tapi kali ini ayah mengajak Atik ke rumah Paman Arip di desa. Atik pun senang sekali.
“Mau Yah, mau. Asyik, besok kita bisa mancing ikan di kolamnya Paman Arip,” kata Atik kegirangan. Mereka pun kemudian berangkat ke rumah Paman Arip di desa pada hari Minggu pagi.
Sesampainya di rumah paman, Atik langsung lari mengambil pancing dan menuju ke kolam di belakang rumah. Paman Arip mempunyai beberapa kolam ikan. Atik senang sekali. Ada ikan lele, mujahir, bawal, nila, kakap. Eit-eit, tiba-tiba mata Atik kaget melihat ada makhluk hitam kecil yang jumlahnya lumayan banyak. Bentuknya mirip ikan, tapi kok Atik tidak tahu namanya.
“Paman, ikan peliharaan paman itu namanya apa? Yang hitam-hitam kecil itu lho. Enak tidak dimakan?” tanya Atik penuh keheranan sambil menunjukkan ke arah kerumunan kecebong.
“Itu bukan ikan Atik, itu namanya kecebong. Paman tidak memeliharanya, tapi mereka datang sendiri. Wah, mereka itu tidak enak dimakan,” kata paman.
“Datang sendiri? Kok bisa Paman, bagaimana caranya Paman? Kalau tidak enak dimakan, kenapa Paman membiarkan mereka di sini? Kenapa tidak dibuang saja?” Rasa keheranan Atik pun semakin bertambah karena mendengarkan penjelasan paman.
“Mereka itu nanti kalau besar nanti akan jadi kodok. Coba kamu perhatikan. Itu ada kecebong yang hanya punya ekor, kemudian itu ada yang sudah mempunyai dua kaki di belakang, kemudian ada yang sudah punya empat kaki, tapi masih punya ekor kecil. Kemudian lihat di pinggir kolam itu, mereka sudah menjadi kodok kecil, bagus kan? Terus di sana itu lihat, yang seperti lendir berbintik hitam itu adalah telur kodok, merekalah cikal bakal kecebong. Makanan mereka adalah nyamuk, sehingga mereka sangat membantu manusia. Nyamuk kan sangat berbahaya, dapat menyebabkan banyak penyakit,” kata Paman sambil menujukkan jarinya ke arah kodok-kodok kecil yang asyik berenang.
“Wah, ternyata menarik sekali Paman. Memang benar Paman, nyamuk dapat menyebabkan banyak penyakit, seperti demam berdarah dan malaria. Malah teman di sekolah Atik ada yang masuk rumah sakit gara-gara demam berdarah. Atik kira kodok kecil itu dilahirkan langsung oleh kodok besar, ternyata mereka bisa berubah-ubah sejak telur hingga besar ya. Mereka juga sangat membantu manusia agar tidak digigit nyamuk,” kata Atik sambil tersenyum.
Dia pun lantas ingat kodok yang sering dia anggap berisik di belakang rumahnya. Dia merasa bersalah karena sudah memusuhi kodok yang dia anggap mengganggu, padahal Atiklah yang berhutang budi kepada kodok. Seandainya tidak ada kodok yang bernyanyi di malam hari, pasti Atik akan tidur ditemani oleh nyamuk-nyamuk nakal setiap hari.


Atik jadi tidak bisa tidur gara-gara suara mereka setiap malam,” tanya Atik kepada ayahnya. Atik merasa terganggu dengan suara kodok yang bersahut-sahutan setiap malam.
“Atik sayang, mereka itu sebenarnya sedang bernyanyi bersama-sama,” jawab Ayah Atik dengan pendek sambil membaca majalah olahraga kesukaannya.
“Tapi kalau mereka bernyanyi, kok suaranya jelek begitu. Masak lagunya cuma kwok...kwok...kwok. Tidak ada lagu yang lainnya. Tidak ada alat musiknya?” tanya Atik.
Sambil meletakkan majalah di atas meja. Ayah menjawab, “Mereka itu bernyanyi dengan bahasa mereka sendiri. Coba bayangkan, kalau ada penyanyi yang menyanyikan lagu dengan bahasa Inggris, Atik paham tidak?” tanya ayah sambil tersenyum kepada Atik.
“Tidak paham, Yah,” jawab Atik sambil menggelengkan kepala perlahan.
“Karena kodok mempunyai bahasa yang berlainan dengan Atik, jadi Atik tidak paham lagunya kodok. Coba Atik paham bahasanya kodok, pasti Atik seneng denger lagunya kodok setiap malam,” kata Ayah sambil meminum wedang jahe yang tadi Atik suguhkan. Setiap sore Atik memang selalu membuatkan wedang jahe untuk ayah. Meski masih kelas tiga SD, tapi Atik sudah rajin membantu ibu di rumah, meski sekadar menyapu, menyiapkan makanan di meja, dan membuatkan minuman untuk ayah dan susu buat adik.
“Ogah ah, Atik tidak mau belajar bahasa kodok, nanti Atik jadi seperti kodok. Pokoknya Atik minta sama Ayah agar buat menyuruh kodok-kodok itu diam, tidak boleh nyanyi kalau Atik mau tidur, berisik sekali mereka,” pinta Atik kepada ayah.
“Tidak boleh begitu Atik. Mereka itu juga ciptaan Tuhan. Mungkin Atik menganggap kodok itu cuma binatang kecil dan jorok karena suka tinggal di selokan belakang rumah. Tapi mereka itu sebenarnya sangat bermanfaat bagi manusia, bagi ayah, ibu, Atik, adik, dan semua tetangga kita,” kata Ayah mencoba menjelaskan kepada Atik.
“Ah Ayah. Pokoknya Atik tidak suka sama kodok, kalau mereka nanti malam berisik lagi, Atik akan pukul mereka,” jawab Atik sambil masuk ke dalam rumah.
***
“Atik hari Minggu besok mau ke rumah Paman Arip tidak?” tanya ayah kepada Atik sepulang sekolah. Biasanya setiap akhir pekan Atik berada di rumah membantu orangtua, kemudian berjalan-jalan ke taman atau bermain bersama teman-temannya. Tapi kali ini ayah mengajak Atik ke rumah Paman Arip di desa. Atik pun senang sekali.
“Mau Yah, mau. Asyik, besok kita bisa mancing ikan di kolamnya Paman Arip,” kata Atik kegirangan. Mereka pun kemudian berangkat ke rumah Paman Arip di desa pada hari Minggu pagi.
Sesampainya di rumah paman, Atik langsung lari mengambil pancing dan menuju ke kolam di belakang rumah. Paman Arip mempunyai beberapa kolam ikan. Atik senang sekali. Ada ikan lele, mujahir, bawal, nila, kakap. Eit-eit, tiba-tiba mata Atik kaget melihat ada makhluk hitam kecil yang jumlahnya lumayan banyak. Bentuknya mirip ikan, tapi kok Atik tidak tahu namanya.
“Paman, ikan peliharaan paman itu namanya apa? Yang hitam-hitam kecil itu lho. Enak tidak dimakan?” tanya Atik penuh keheranan sambil menunjukkan ke arah kerumunan kecebong.
“Itu bukan ikan Atik, itu namanya kecebong. Paman tidak memeliharanya, tapi mereka datang sendiri. Wah, mereka itu tidak enak dimakan,” kata paman.
“Datang sendiri? Kok bisa Paman, bagaimana caranya Paman? Kalau tidak enak dimakan, kenapa Paman membiarkan mereka di sini? Kenapa tidak dibuang saja?” Rasa keheranan Atik pun semakin bertambah karena mendengarkan penjelasan paman.
“Mereka itu nanti kalau besar nanti akan jadi kodok. Coba kamu perhatikan. Itu ada kecebong yang hanya punya ekor, kemudian itu ada yang sudah mempunyai dua kaki di belakang, kemudian ada yang sudah punya empat kaki, tapi masih punya ekor kecil. Kemudian lihat di pinggir kolam itu, mereka sudah menjadi kodok kecil, bagus kan? Terus di sana itu lihat, yang seperti lendir berbintik hitam itu adalah telur kodok, merekalah cikal bakal kecebong. Makanan mereka adalah nyamuk, sehingga mereka sangat membantu manusia. Nyamuk kan sangat berbahaya, dapat menyebabkan banyak penyakit,” kata Paman sambil menujukkan jarinya ke arah kodok-kodok kecil yang asyik berenang.
“Wah, ternyata menarik sekali Paman. Memang benar Paman, nyamuk dapat menyebabkan banyak penyakit, seperti demam berdarah dan malaria. Malah teman di sekolah Atik ada yang masuk rumah sakit gara-gara demam berdarah. Atik kira kodok kecil itu dilahirkan langsung oleh kodok besar, ternyata mereka bisa berubah-ubah sejak telur hingga besar ya. Mereka juga sangat membantu manusia agar tidak digigit nyamuk,” kata Atik sambil tersenyum.
Dia pun lantas ingat kodok yang sering dia anggap berisik di belakang rumahnya. Dia merasa bersalah karena sudah memusuhi kodok yang dia anggap mengganggu, padahal Atiklah yang berhutang budi kepada kodok. Seandainya tidak ada kodok yang bernyanyi di malam hari, pasti Atik akan tidur ditemani oleh nyamuk-nyamuk nakal setiap hari.


0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP