PENGALAMAN HARUSLAH DICARI

>> Sabtu, 24 Oktober 2009

Pada tahun 2004, aku lulus dari SMA 3 Salatiga Jurusan Bahasa. Karena berasal dari Jurusan Bahasa, maka akupun mendaftar Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, dengan pilihan pertama adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan pilihan kedua adalah Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo (UNS). Selain mendaftar SPMB, aku juga mendaftar di Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) di Yogyakarta.
Tak satu pun pilihanku yang diterima. Pada saat itu sepertinya dunia sudah berakhir. Aku bingung tak tahu apa yang harus kulakukan kalau senandainya aku tidak kuliah, maklum, aku kan anak SMA, bukan anak SMK atau STM yang punya skill.
Pada akhirnya aku mendaftar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), salah satu perguruan tinggi terbesar milik Muhammadiyah yang terletak di Surakarta, Jawa Tengah. Aku pun di sini masuk Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
Pada awalnya aku tidak begitu yakin bahwa aku bisa bertahan kuliah di swasta, selain karena biayanya yang mahal, "konon" kata teman-teman SMA-ku, pergaulan para mahasiswa di unviversitas swasta juga tidak baik dan agak bebas. Setahun pertama kulalui dengan biasa saja, dan indeks prestasi kumulatif (IPK) juga biasa saja, yang penting minimal 3.
Kebetulan aku kos di Pesantren Mahasiswa Istiqomah yang letaknya tak jauh dari Kampus 1 UMS. Karena aku ikut ekstrakurikuler kerohanian Islam (rohis) semasa SMA, maka aku lebih suka untuk tinggal di tempat yang yang islami dan tidak membolehkan pergaulan bebas. Lingkungan kosku memang cukup kondusif dan aman dari pergaulan bebas, bahkan mempunyai mushala sendiri dan ada kajian rutinnya. Bahkan belakangan ini, aktivitas keagamaan dan olahraga semakin intensif diselenggarakan di kosku.
Pada tahun pertama aku bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bahasa Inggris. Pada tahun kedua aku bergabung dengan Korps Mentoring Al Islam dan Kemuhammadiyahan FKIP UMS (lembaga ini juga ada di kampus lain, meski mempunyai nama yang berbeda, seperi Asistensi di UNS dan Tutorial di Unnes). Pada tahun ketiga aku menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FKIP UMS mewakili HMJ-ku. Pada tahun ketiga aku mulai sibuk dalam organisasi, sehingga IPK merosot menjadi dua koma, karena selain di Dewan Perwakilan Mahasiswa, aku juga makin sibuk di mentoring.
Tak terasa kini aku sudah semester tujuh dan mungkin segera lulus dari UMS. IPK-ku pun sudah kembali menjadi tiga koma. Sekarang aku masih aktif menjabat sebagai koordinator Mentoring Al Islam dan Kemuhammadiyahan FKIP UMS.
Pada mulanya aku tidak yakin akan mampu bertahan karena mendengar berita miring mengenai pergaulan yang tidak sehat di universitas swasta. Tetapi, setelah aku masuk di dalamnya, barulah aku sadari bahwa kitalah yang harus menjaga diri kita sendiri agar tidak terjebak dalam pergaulan bebas, bahkan kalau perlu kita bergabung bersama teman-teman yang lain untuk menciptakan masyarakat kampus yang islami dan edukatif.
Dibutuhkan usaha keras agar tidak terjebak kehidupan bebas di kalangan mahasiswa, karena masalah pergaulan bebas sudah tidak mengenal mana perguruan tinggi swasta mana perguruan tinggi negeri, semuanya menghadapi masalah yang sama. Jadi, masalahnya adalah bukan bagaimana kita menghindari masalah di sekitar kita, tetapi bagaimana kita ikut menyelesaikan masalah yang ada.
Dan sekarang ini, alhamdulilah aku dikarunia 23 anak yang manis-manis dan lucu-lucum meski ada yang manja dan sedikit nakal, tanpa menunggu lama. Karena aku adalah seorang guru.

Pada tahun 2004, aku lulus dari SMA 3 Salatiga Jurusan Bahasa. Karena berasal dari Jurusan Bahasa, maka akupun mendaftar Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, dengan pilihan pertama adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan pilihan kedua adalah Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo (UNS). Selain mendaftar SPMB, aku juga mendaftar di Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) di Yogyakarta.
Tak satu pun pilihanku yang diterima. Pada saat itu sepertinya dunia sudah berakhir. Aku bingung tak tahu apa yang harus kulakukan kalau senandainya aku tidak kuliah, maklum, aku kan anak SMA, bukan anak SMK atau STM yang punya skill.
Pada akhirnya aku mendaftar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), salah satu perguruan tinggi terbesar milik Muhammadiyah yang terletak di Surakarta, Jawa Tengah. Aku pun di sini masuk Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
Pada awalnya aku tidak begitu yakin bahwa aku bisa bertahan kuliah di swasta, selain karena biayanya yang mahal, "konon" kata teman-teman SMA-ku, pergaulan para mahasiswa di unviversitas swasta juga tidak baik dan agak bebas. Setahun pertama kulalui dengan biasa saja, dan indeks prestasi kumulatif (IPK) juga biasa saja, yang penting minimal 3.
Kebetulan aku kos di Pesantren Mahasiswa Istiqomah yang letaknya tak jauh dari Kampus 1 UMS. Karena aku ikut ekstrakurikuler kerohanian Islam (rohis) semasa SMA, maka aku lebih suka untuk tinggal di tempat yang yang islami dan tidak membolehkan pergaulan bebas. Lingkungan kosku memang cukup kondusif dan aman dari pergaulan bebas, bahkan mempunyai mushala sendiri dan ada kajian rutinnya. Bahkan belakangan ini, aktivitas keagamaan dan olahraga semakin intensif diselenggarakan di kosku.
Pada tahun pertama aku bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bahasa Inggris. Pada tahun kedua aku bergabung dengan Korps Mentoring Al Islam dan Kemuhammadiyahan FKIP UMS (lembaga ini juga ada di kampus lain, meski mempunyai nama yang berbeda, seperi Asistensi di UNS dan Tutorial di Unnes). Pada tahun ketiga aku menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FKIP UMS mewakili HMJ-ku. Pada tahun ketiga aku mulai sibuk dalam organisasi, sehingga IPK merosot menjadi dua koma, karena selain di Dewan Perwakilan Mahasiswa, aku juga makin sibuk di mentoring.
Tak terasa kini aku sudah semester tujuh dan mungkin segera lulus dari UMS. IPK-ku pun sudah kembali menjadi tiga koma. Sekarang aku masih aktif menjabat sebagai koordinator Mentoring Al Islam dan Kemuhammadiyahan FKIP UMS.
Pada mulanya aku tidak yakin akan mampu bertahan karena mendengar berita miring mengenai pergaulan yang tidak sehat di universitas swasta. Tetapi, setelah aku masuk di dalamnya, barulah aku sadari bahwa kitalah yang harus menjaga diri kita sendiri agar tidak terjebak dalam pergaulan bebas, bahkan kalau perlu kita bergabung bersama teman-teman yang lain untuk menciptakan masyarakat kampus yang islami dan edukatif.
Dibutuhkan usaha keras agar tidak terjebak kehidupan bebas di kalangan mahasiswa, karena masalah pergaulan bebas sudah tidak mengenal mana perguruan tinggi swasta mana perguruan tinggi negeri, semuanya menghadapi masalah yang sama. Jadi, masalahnya adalah bukan bagaimana kita menghindari masalah di sekitar kita, tetapi bagaimana kita ikut menyelesaikan masalah yang ada.
Dan sekarang ini, alhamdulilah aku dikarunia 23 anak yang manis-manis dan lucu-lucum meski ada yang manja dan sedikit nakal, tanpa menunggu lama. Karena aku adalah seorang guru.

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Joy by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP